KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Selain tenaga medis, sektor pekerja informal yang tak mengenal libur adalah jurnalis. Sebagai garda terdepan dalam menyampaikan informasi ke publik, kerja para jurnalis dituntut untuk lebih sigap untuk mengabarkan. Di tengah sebaran virus Covid-19 yang sudah semakin merata, ritme kerja jurnalis justru tak mengenal jeda.
Meski tanpa kepastian jaminan kerja, namun di mata para pewarta, Pandemi ini menjadi sebuah tantangan untuk berburu berita. Pewarta yang terpapar virus Corona bukan lagi sekedar cerita, tetapi sudah banyak fakta yang gugur dan berakhir duka.
“Kami sudah tidak bisa menghitung, berapa rekan kami di daerah yang sudah meninggal akibat terpapar virus Corona. Karena APD yang digunakan hanya seadanya, sementara wilayah kerja kami kadang tak jarang berada di zona bahaya,” ujar Teguh Mahardika, Pimpinan Redaksi Pilarbanten.com, dalam acara diskusi #ngobroldarirumah dengan tajuk Media Online di Banten saat Pandemi Covid-19, Kamis sore, (7/5/2020).
Acara yang digagas oleh para pegiat media online di Banten itu merupakan wadah untuk menuangkan segala kegelisahan yang terjadi ketika Wabah Pandemi Covid-19 ini melanda, yang secara langsung juga turut dirasakan imbasnya.
Namun di sisi lain, sirkulasi pemberitaan harus terus berputar dan bergerak. Meskipun, sebagian wilayah di Banten sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ketika semua sektor dibatasi, namun kita harus tetap bisa menghidupi media yang kita geluti. Bagaimana kita bisa bertahan di tengah Pandemi.
“Media online yang membutuhkan kecepatan berita, menjadi terhambat ketika Pemprov Banten menutup diri. Para wartawan yang bertugas peliputan di wilayah Provinsi menjadi sangat kesulitan mendapat informasi. Padahal, pemerintah membutuhkan transpormasi informasi kepada publik terkait perkembangan penanganan Covid-19,” jelas Rafik Rahmat Taufik dari titiknol, peserta diskusi yang lain.
Di jaman kepemimpinan Gubernur yang sekarang, lanjutnya, para pejabat susah ditemui, termasuk ketika ditelpon oleh wartawan untuk dimintai konfirmasi terkait permasalahan tertentu.
“Kepala daerah atau Diskominfo sudah seharusnya melakukan evaluasi terhadap pimpinan OPD yang menutup keran informasi kepada media,” katanya.
Sementara dari sisi industri, Pemprov seperti menutup mata dengan pergeseran paradigma informasi yang telah bergeser pada era digital. Bahkan sebelum Covid-19 terjadi, Pemprov tidak memberikan porsi yang wajar terhadap media online.
“Banyak media online bermunculan karena faktor kedekatan dengan para pejabat, dan mendapat porsi iklan yang melebihi media online profesional yang ada sebelumnya. Ini sungguh ironi.
Seharusnya Pemprov bisa menerapkan standarisasi bagi media online yang bisa dijadikan fatner kerjasama, tidak melulu bertahan pada status quo,” ujarnya. (Rey/Al)