Serap Bantuan Modal Cukup Besar, Kinerja PT. ABM Dipertanyakan

oleh -62 Dilihat
oleh

Serang, – Dalam perjalanan 21 tahun Provinsi Banten berdiri, banyak hiruk pikuk yang terjadi. Termasuk di dalamnya persoalan korupsi dan penyerapan anggaran yang tak membuahkan hasil yang dilakukan oleh jajaran direksi dan komisaris di beberapa BUMD yang dimiliki Pemprov Banten.


Terbaru, persoalan penyerapan anggaran yang sangat maksimal oleh jajaran pengurus di BUMD PT Agro Banten Mandiri (Perseroda) yang tidak diiringi dengan kinerja yang baik sehingga terjadi kerugian yang cukup besar mencapai Rp432 juta dalam kurun waktu sejak September 2020 sampai Desember 2020.


Mengutip dari laporan keuangannya pada periode tahun 2020, Perseroda besutan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) itu paling banyak dihabiskan untuk sector belanja gaji dan tunjangan atau remunerasi jajaran direksi dan komisaris.


Total untuk belanja gaji dan tunjangan selama kurun waktu sekitar tiga bulan itu mencapai Rp397.974.000, dengan rincian gaji dan tunjangan Direktur sebesar Rp263.545.500 sedangkan gaji dan tunjangan Komisaris sebesar Rp134.428.500.


Melihat hal itu Pengamat hukum tata negara yang sekaligus Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan (PKK) Untirta Serang, Lia Riestadewi mengaku tidak kaget lantaran hal itu sudah menjadi rahasia umum terjadi di hamper setiap BUMD.


“Dalam realitanya kan memang BUMD itu kerap dijadikan lahan bancakan oleh orang-orang yang dinilai dekat dengan kekuasaan,”ujarnya saat dihubungi, Senin (4/10/2021).


Meskipun, lanjutnya, secara perencanaan program yang akan dilakukan oleh jajaran pengurus BUMD itu pasti sudah terkonsep dengan begitu bagus dalam membantu pemerintah daerah meningkatkan Pendapatan Asli daerah (PAD).


“Namun ya lagi-lagi begitu. Terlebih pendekatan yang dilakukannya lebih kepada pendekatan politik dalam rangka pengakomodiran,” ujarnya.


Lia juga menyayangkan kinerja direksi BUMD yang belum maksimal tapi mereka sudah mendapat tunjangan atau remunerasi. Padahal remunerasi itu hakikatnya bisa diberikan mankala sudah ada keuntungan atau bisa juga ketika capaian-capaian programnya sudah maksimal.


“Itupun tidak bias diberikan 100 persen. Harus ada itung-itungan berdasarkan persentase jumlah capain program yang sudah dilakukannya. Kalau misalnya baru 4 program yang tercapai, maka remunerasi yang diterima seharusnya hanya 40 persennya saja,” jelasnya.


Apalagi, lanjutnya, BUMD itu masih rugi. Itu jajaran direksi dan komisarisnya tidak diperbolehkan mendapat remunerasi. Karena remunerasi itu kan biaya tambahan yang diberikan atas kinerja yang sudah dilakukan.


“Kalau mereka mendapatkannya full, itu jelas menyalahi aturan. Ga boleh itu. Orang dosen juga bias dapet tunjangan tambahan itu setelah ada laporan kinerjanya dulu,” ungkapnya.


Akan tetapi melihat kondisi kepemimpinan Banten yang sekarang, Lia menjadi mafhum. Karena menurut Lia, dalam sejarah sejak Provinsi Banten ini berdiri, keberadaan BUMD itu kerap dijadikan sebagai lading untuk bancakan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan.


“Kalau begitu caranya mah, ya saya juga mau mas. Ga mesti kerja keras dan bikin konsep yang matang, tapi gaji dan tunjangan lainnya bisa didapat secara full,”ujarnya.


Diakui Lia, hulu dari persoalan tertib adinistrasi keuangan ini sebenarnya ada pada Gubernur itu sendiri selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT) pada setiap BUMD yang ada di daerah. Kalau gubernurnya membolehkan, mau tidak mau ya harus nurut. Begitu pula dengan sebaliknya.
“Nah, termasuk juga dalam kasus PT ABM ini. Itu tergantung PSPT-nya,” pungkasnya.


Hal yang sama juga dikatakan oleh pengamat kebijakan public Ojat Sudrajat. Ojat mengatakan, nilai remunerasi yang didapatkan oleh pengurus PT ABM itu menjadi beban yang sangat besar dalam kerugian yang ditanggung selama tiga bulan berjalan.


“Dari jumlah besaran di atas, kalau dibreakdown lebih terperinci lagi Gaji dan Tunjangan Direktur PT. ABM secara rata-rata Rp263.545.500, dibagi 2 orang menjadi Rp131.772.750, setiap orangnya. Lalu dibagi 3 bulan. Maka per Direktur secara rata-rata menerima Gaji dan Tunjangan sebesar Rp43.924.250 perbulan. Sedangkan Gaji dan Tunjangan Komisaris secara rata-rata Rp22.404.750 perbulan,” jelasnya.


Ojat melanjutkan, tentunya nilai yang diterima akan berbeda sesuai dengan jenjang tanggung jawab. “Direktur Utama tentunya lebih besar dibandingkan dengan direktur operasional,” imbuhnya.(loet)