KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Almukhtabar kembali absen dalam undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama komisi III DPRD Banten terkait pembahasan BUMD PT BGD selaku induk perusahaan Bank Banten.
Dalam kesempatan itu Sekda mengutus Kabiro Administrasi Pembangunan (Adpem) Mahdani. Padahal kehadiran langsung Sekda dalam RDP itu sangat ditunggu dan penting untuk mendapat kejelasan yang komprehensif berkenaan dengan kondisi dan langkah yang akan dilakukan Pemprov dalam membenahi BUMD yang ada.
Dalam RDP tersebut Komisi III meminta agar Pemprov segera melakukan pendefenitipan pejabat di BUMD BGD yang selama ini status jabatannya masih pjs. Langkah itu harus segera dilakukan mengingat desakan kebutuhan penyelamatan Bank Banten sangat urgent dan membutuhkan sebuah kebijakan besar dari jajaran direksi BGD selaku induk perusahaan.
“Saya minta Pemprov segera melakukan pendefenitipan terhadap jajaran direksi BGD. Kebutuhan ini sangat mendesak, karena kondisi Bank Banten harus segera diselamatkan oleh pejabat defenitif yang mempunyai kewenangan penuh terhadap segala kebijakan di internal BGD,” ungkap wakil ketua komisi III DPRD Banten Ade Hidayat, Selasa (4/2/2020).
Ade menilai, Pemprov dalam hal ini BGD, mempunyai waktu sampai bulan Juni untuk melakukan penyehatan terhadap Bank Banten. Jika dalam tempo tersebut tidak mampu dilakukan penyehatan, maka bisa dipastikan status warning dari OJK bisa meningkat.
“Hayulah, kita sama-sama benahi Bank kebanggaan masyarakat Banten ini. Duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan, bukan saling menyalahkan. Kita harus bisa move on dari masa lalu, untuk berbenah menghadapi masa depan,” katanya.
Untuk diketahui kondisi Bank Banten saat ini dalam posisi Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) oleh OJK, hal itu dikarenakan nilai NPL Bank Banten yang melebihi 5 persen. Hal itu mengakibatkan kondisi bank Banten semakin hari semakin terpuruk, karena tidak dapat melanjutkan usaha.
Kabiro Adpem, Mahdani sendiri selaku perwakilan dari pemerintah akan melakukan kordinasi terlebih dahulu kepada unsur pimpinan terkait langkah yang akan dilakukan ke depan.
Namun yang jelas, pengisian jajaran direksi BGD oleh pjs ini dilakukan dalam rangka menunggu hasil Open Bidding direksi BGD yang sedang dilakukan.
Namun seiring perjalanan waktu, jumlah peserta yang mendaftar tidak memenuhi kuota yang dipersyaratkan.
“Kemarin baru buka sekali, tetapi pendaftarnya sangat sedikit. Sehingga dipending dulu sampai nanti ada kebijakan lagi dari pimpinan. Pendaftarnya hanya ada empat orang, jauh dari yang dipersyaratkan sebanyak 12 orang. Dari 12 itu nanti dipilih enam nama untuk diajukan ke pimpinan untuk dua jabatan direksi. Dari enam nama ini, nanti pimpinan memilih empat nama yang akan dilantik,” kata Mahdani.
Mahdani menambahkan, sampai saat ini kami belum mendapat arahan dari pimpinan untuk melanjutkan proses seleksi BGD, karena Pemprov sedang fokus ke Agrobisnis. Nanti arahan hasil Rakor ini juga kami ajukan ke pimpinan, agar menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan keputusan.
Disinggung terkait sisa penyertaan modal ke Bank Banten, Mahdani mengaku pembahasan ini bisa saja dimunculkan lagi. Artinya sisa penyertaan modal Rp300 miliar itu nanti bisa dibayarkan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan Pemda.
“Ya, nanti kalaupun ada kemungkinan bertahap. Disesuaikan dengan kemampuan Pemda,” katanya.
Status BDPI Bank Banten itu terjadi sejak Juni 2019. Sejak awal pendiriannya, ada beberapa hal yang tidak dilaksanakan seperti tiga skenario yang dibuat pada saat sebelum akuisi bank pundi tidak dapat dilaksanakan karena divestasi saham Provinsi Banten di Bank BJB, setoran modal sebagaimana Perda no.5 tahun 2013 belum dapat dicairkan, bahkan pencairan pada tahun 2016 pernah ditolak DPRD Banten dan Kemendagri, lalu keikutsertaan pemerintah Kabupaten/Kota dalam kepemilikan saham di Bank Banten dan pengelolaan KASDA-nya.
Selain itu, upaya Bank Banten yang didukung gubernur Banten untuk mendapatkan strategic patner (BRI dan City Corpora) tidak terlaksana dan keduanya mundur dengan alasan kebijakan BRI untuk investasi di perusahaan yang dalam kondisi laba, City Corpora tidak mendapat kepastian hukum seperti yang diharapkannya, Bank Banten dalam status bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) sejak Juni 2019.
Pada November 2019, laporan keuangan Bank Banten mencatat kerugian sebesar Rp117 miliar. Pada rencana kerja tahun 2020 dengan asumsi adanya setoran modal sebesar Rp500 miliar (Rp131 miliar berasal dari Pemprov Banten) Bank Banten masih mengalami rugi sebesar Rp74 miliar.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada 8 januari 2018 menyatakan bahwa Penyertaan Modal Daerah (PMD) Pemprov Banten kepada PT BGD untuk pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten tidak sesuai dengan ketentuan penganggaran penambahan modal PMD pada PT BGD senilai Rp314 miliar pada APBD-P 2013 tidak sesuai dengan permendagri nomor 52 tahun 2017. Penganggaran penambahan modal PMD pada PT. BGD senilai Rp300 miliar pada APBD-P 2016 dan realisasinya tidak sesuai ketentuan sehingga mengakibatkan kelayakan investasi penambahan PMD pada PT. BGD untuk pembentukan BPD diragukan. Pencairan atas anggaran pengeluaran pembayaran PMD sebesar RP614 miliar tidak memiliki landasan hukum. Pemilihan Bank Pundi sebagai Bank target akuisi tidak sesuai prinsip kehati-hatian. Kriteria penentuan bank target oleh PT. BGD dan Trimegah tidak memiliki dasar pertimbangan yang memadai. RRasio kinerja keuangan bank pundi secara umum tidak menunjukan kondisi yang baik. Bank pundi berstatus Bank dalam Pengawasan Intensif (BDPI) oleh OJK. Temuan uji tuntas deloitte tidak menjadi pertimbangan dalam keputusan pemilihan bank pundi.
Atas hal tersebut BPK merekomendasikan agar direksi PT BGD dalam melakukan investasi selanjutnya sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan mempertimbangkan resiko investasi yang dilakukan. (Rey/Al)