SERANG – Diksi Santet kembali viral setelah penyataan ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Demokrat Provinsi Banten Itu Oktaviani Jayabaya menggaungkan hal itu berkenaan dengan kisruh Kongres Luar Biasa (KLB) di internal partainya beberapa pekan terakhir ini.
Dalam KLB tersebut, kepala KSP Moeldoko terpilih secara aklamasi menjadi ketua umum partai Demokrat. Sementara itu, ketua umum yang sah versi Menkopolhukam, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengecam keras kegiatan KLB tersebut dan menganggap ketua umum yang terpilih abal-abal dan ilegal.
Seluruh pengurus DPD partai Demokrat se-Indonesia pun turut mengecam keras kegiatan KLB yang diinisiasi oleh beberapa pendiri partai Demokrat itu.
Bahkan, ketua DPD Demokrat Provinsi Banten mengancam akan mengirim santet kepada Moeldoko selaku ketua umum partai Demokrat versi KLB.
Menanggapi hal tersebut, pendiri Forum Komunikasi Paranormal dan Pengobatan Alternatif sa Indonesia (FKPPAI) Amas Tadjuddin menjelaskan, santet merupakan bagian dari kepercayaan yang bertujuan hendak mencelakai orang dengan sebab dendam, sakit hati, iri, dengki, putus cinta, dan lain lain.
“Dalam prakteknya, santet biasanya dilakukan dari jarak jauh oleh ahlinya yang disebut dukun santet dengan menggunakan media seperti jarum, pisau kecil, paku, silet, rambut, poto (era digital), boneka, dan lainya,” jelas Amas, Selasa (9/3/2021).
Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Provinsi Banten ini melanjutkan, santet dalam tradisi lain setara dengan sebutan sihir. Maka sejak jaman ‘baheula’ (dulu) praktek sihir hukumnya terlarang
“Karena penggiat atau dukun santet atau ahli sihir dalam realitasnya wajib bersekutu dengan jin, iblis, dan syetan sebagai syarat untuk memperoleh bantuan kesaktianya mengirim media santet kepada yang dituju, dengan tujuan membuat celaka korban, bahkan serta mematikan,” jelasnya.
Namun masalahnya, lanjut Amas, kejahatan dari santet ini tidak bisa dibuktikan dalam proses pengadilan sebagai sebuah kejahatan, bahkan FKPPAI sudah dua kali mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang santet ke DPR RI namun gagal disahkan, karena kesulitan proses pembuktiannya.
“Padahal bisa saja pembuktian tindak pidana santet di pengadilan itu dilakukan melalui pendapat atau keterangan ahli, sedangkan ahli tentang sesuatu merupakan produk perguruan tinggi, sayangnya hingga hari ini belum ada perguruan tinggi yang membuka fakultas jurusan santet,” ungkapnya.
Menurut Amas, santet atau sihir adalah perbuatan melawan hukum. Bahkan berdoa sekalipun kepada yang maha kuasa jika isinya doa itu dzolim hendak mencelakan orang, harus dihindari.
“Karena santet diperoleh berasal dari kolaborasi dengan dedemit, sehingga sering disebut ilmu hitam. Sedangkan ilmu hikmah diperoleh dari hasil lelaku tasawuf dzikir, wirid tertentu kepada Allah SWT sehingga sering disebut ilmu putih,” ucapnya. (Al/Red)