Pilarbanten.com – Dalam konteks ekonomi Indonesia, kontribusi melalui pajak adalah salah satu bentuk partisipasi kita dalam mendukung pembangunan nasional. Reformasi pajak menjadi salah satu topik yang terus menjadi sorotan. Reformasi pajak yang dilakukan, seperti kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara. Namun, kenaikan ini justru berpotensi menambah beban ekonomi bagi kelas menengah yang sudah menghadapi tekanan inflasi dan kenaikan biaya hidup.
Kenaikan tarif PPN ini berimplikasi langsung pada harga barang dan jasa, yang sebagian besar dikonsumsi oleh kelas menengah. Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 menimbulkan berbagai spekulasi dan kekhawatiran, terutama di kalangan kelas menengah yang selama ini dianggap sebagai tulang punggung ekonomi negara.
Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Keuangan, penerimaan pajak Indonesia pada tahun 2023 telah mencapai sekitar Rp 1.869,2 triliun, melampaui target yang ditetapkan selama tiga tahun berturut-turut.
Pencapaian ini menunjukkan pertumbuhan yang positif setelah pandemi, dengan kontribusi dari pajak penghasilan dan pajak konsumsi yang terus meningkat. Namun, saat pemerintah merencanakan kenaikan PPN, ada pertanyaan penting: Apakah kelas menengah mampu menanggung beban pajak yang lebih besar?
Sebelumnya, kontribusi kelas menengah terhadap total penerimaan pajak masih tergolong rendah.
Data dari 2023 juga menunjukkan bahwa meskipun kelas menengah menyumbang sedikit, namun pajak yang mereka bayar dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap penerimaan negara. Kenaikan tarif PPN ini diprediksi akan memberikan tambahan pendapatan negara, tetapi di sisi lain, juga berpotensi membebani daya beli masyarakat, terutama kelas menengah yang sudah berjuang dalam menghadapi inflasi dan biaya hidup yang meningkat.
Dalam diskusi tentang reformasi pajak, perlu dipahami bahwa ada keseimbangan yang harus dicapai. Sementara peningkatan penerimaan pajak diperlukan untuk mendukung program-program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak menjadi beban tambahan bagi kelas menengah yang rentan. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan langkah-langkah untuk mendukung daya beli masyarakat, pastinya dapat berisiko menciptakan ketidakpuasan sosial yang lebih besar.
Lalu apa yang dapat kita lakukan sebagai warga negara?
Sebagai warga negara, hal yang dapat kita lakukan yaitu meningkatkan literasi pajak, sehingga kita dapat memahami bagaimana pajak digunakan untuk pembangunan negara. Hal ini memungkinkan kita untuk mengawasi penggunaan anggaran agar lebih transparan dan efektif dan memperkuat rasa tanggung jawab kolektif terhadap pembangunan bangsa.
Langkah sederhana seperti memahami kewajiban perpajakan, mengelola keuangan pribadi secara bijak, dan mendukung ekonomi lokal dengan berbelanja produk dalam negeri dapat membantu menciptakan dampak positif yang lebih luas. Dengan demikian, kita turut berkontribusi pada kestabilan ekonomi nasional dan menunjukkan bahwa kewarganegaraan bukan hanya soal hak, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk kemajuan negara.
Reformasi pajak tidak hanya berfokus pada peningkatan pendapatan negara, dengan rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun 2025, perlu dipertimbangkan bagaimana kebijakan ini akan memengaruhi daya beli kelas menengah, yang pada akhirnya juga berdampak pada kestabilan ekonomi nasional dan rasa keadilan sosial dalam kehidupan bernegara. Dalam jangka panjang, penting bagi pemerintah untuk mencari keseimbangan antara meningkatkan pendapatan negara dan meringankan beban pajak pada kelompok masyarakat yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Nama : Mutia Fadhilatunnisa
Progam Studi : Fakultas Hukum
Universitas Pamulang