Serang, – Program Jaminan Sosial Rakyat Bersatu (Jamsosratu) tahun anggaran 2019 menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bukan hanya satu kegiatan yang menjadi temuan, tetapi sekaligus dua kegiatan.
Temuan pertama soal anggaran kegiatan pendamping Jamsosratu sebesar Rp8,7 miliar. Temuan kedua terkait anggaran Jamsosratu sendiri sebesar Rp85,8 miliar.
Berdasarkan dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemprov Banten tahun 2019, belanja pendamping Jamsosratu sebesar Rp8,7 miliar terserap 100 persen oleh 342 pendamping Jamsosratu yang terdiri dari 330 orang pendamping dan 12 orang operator. Perbulan masing-masing pendamping mendapatkan honor Rp1,5 juta, sedangkan untuk operator masing-masing Rp2 juta perbulan.
Berdasarkan hasil review dokumen dan wawancara BPK, ditemukan belum adanya perumusan indikator dan pengukuran kinerja jasa pendamping yang memadai, Dinsos tidak memanfaatkan tenaga pendamping untung mengevaluasi program jamsosratu dan laporan bulanan dan laporan akhir tenaga pendamping tidak mencerminkan monitoring kinerja jasa pendamping.
“Hasil review atas laporan bulanan tenaga pendamping dan penyebaran kuesioner menunjukan bahwa, isi laporan memiliki kecenderungan seragam bagi sebagian besar tenaga pendamping. Laporan bulanan tersebut berisi salinan juknis jaminan sosial keluarga dan tiap-tiap tenaga pendamping hanya mengganti nama bulan pada laporannya,” bunyi dalam catatan dokumen LHP BPK.
Selain itu, ditemukan pula operator dan korkab yang membuat laporan bulanan lengkap sebanyak 195 orang, 21 tenaga pendamping tidak memberikan laporan bulanan dan 126 tenaga pendamping tidak memberikan laporan secara lengkap.
Saat dikonfirmasi, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Dinsos Provinsi Banten, Budi Dharma menjelaskan, temuan BPK tersebut dikarenakan adanya 21 laporan pendamping yang hilang sehingga tidak dapat dimasukan ke dalam laporan akhir hingga tenggang waktu yang diberikan oleh BPK. Dirinya juga menepis jika pelaporan tersebut hanay copy paste.
Budi beralasan, sebelum penyusunan laporan BPK, laporan pendamping terlebih dahulu di periksa oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Jadi ini berkasnya bertumpuk, acak-acakan. Kita nggak bisa temukan laporan itu. Dari anak (pendamping) udah ngasih, tercecer dimana pokoknya pas tanggal itu ngga bisa ditemukan,” kata Budi saat dikonfirmasi, Jumat (29/5).
Sedangkan temuan pada kegiatan jamsosratu dengan anggaran sebesar Rp85,8 miliar dikarenakan terdapat penerima Jamsosratu terus menerus sejak tahun 2013 hingga 2019 dan penetapan besaran uang Jamsosratu tidak didukung kajian memadai.
Selanjutnya, daftar penerima dan besaran uang Jamsosratu tidak ditetapkan dalam keputusan kepala daerah, penganggaran Jamsosratu pada APBD Perubahan tidak diajukan melalui aplikasi eHibahbansos. Terakhir, BPK menilai, pengawasan atas pertanggungjawaban penggunaan bansos belum memadai.
Meski begitu, Budi mengaku jika temuan tersebut telah diperbaiki. Kemudian pihajnya juga meminta pendamping untuk membuat laporan kembali.
“Kita evaluasi. Sudah diperbaiki. Kita suruh buat laporan ulang. Yang penting melengkapi saja. Dan kita laporkan melalui aplikasi dan sduah disampaikan ke BPK. Jadi laporannya real time, up to date. Jadi keliahatan mana pendamping yang bekerja mana yang nggak,” ujarnya.(Anwar/Teguh)