Serang, Pilarbanten.com – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Banten berhasil mengungkap kasus peredaran madu palsu yang menggunakan merk ikon Kabupaten Lebak, Banten. Pelaku memproduksi madu menggunakan bahan berbahaya dan tidak ada kandungan madu yang akan berdampak kepada kesehatan
Dari pengungkapan itu polisi berhasil mengamankan tiga orang pelaku berinisial AS (24) berperan sebagai pengedar asal Lebak, TM (35) sebagai pengolah asal Pekalongan dan MS sebagai pemilik asal Tanah Abang, Jakarta.
“Kasian masyarakat waktu COVID masyarakat yakin madu menjadi obat yang paling mujarab untuk menjaga tahan tubuh ternyata madu palsu. Mungkin yang meninggal ini karena madu palsu,” kata Kapolda Banten Irjen Pol Fiandar saat konferensi pers, Selasa (10/11/2020)
Kapolda menjelaskan, pengungakapan kasus tersebut bermula dari informasi dari masyarakat bahwa terdapat penjualan madu palsu di wilayah Banten. Berdasarkan informasi itu, petugas melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan satu orang pelaku inisial AS di wilayah Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Dari AS polisi menyita barang bukti sebanyak 20 botol dan satu buah jerigen berisi cairan madu palsu. Setelah dilakukan interogasi terhadap AS bahwa madu palsu tersebut diproduksi di Joglo Kembangan, Jakarta Barat.
“Dicampur seolah olah madu asli dari Banten padahal hasil pemeriksaan tidak ada kandungan madu sama sekali, diproduksi di wilayah Jakarta di pasarkan di berbagai daerah termasuk ke Lebak Banten nanti dipasarkan melalui online,”katanya.
Untuk memproduksi madu palsu tersebut, pelaku menggunakan bahan baku glucose, fructose dan molases atau limbah tebu dari pengolahan gula merah. Ketiga bahan tersebut dicampur dan diolah seakan-akan menjadi madu asli. Dan diedarkan ke pada konsumen.
“Hasil pemeriksaan Dinkes kalau dikonsumsi terus menerus bisa kencing manis dan gangguan pencernaan. Madu ini tidak higenis,”katanya.
Akibat perbuatannya, ketiga pelaku telah melanggar pasal 140 Jo pasal 86 ayat 2 Undang-Undang nomor 18 tahun 2012, pasal 198 Jo pasal 108 UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman penjara tujuh tahun.
“Kita masih akan melakukan pendalaman atas kasus ini,” katanya. (war/Red)