KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Pemprov Banten berencana akan mengambil alih pengelolaan Bank Banten dari BUMD PT BGD. Namun, hal tersebut belum bisa dilakukan dalam waktu dekat, karena harus ada pembuatan dan kajian Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang digodok bersama-sama antara Pemprov dengan DPRD Banten.
Gubernur Banten Wahidin Halim WH mengungkapkan, skema pencabutan pengelolaan Bank Banten itu memang ada, namun ada banyak hal yang harus kita siapkan dan pertimbangkan, salah satunya pembuatan Perda baru.
“Sekarang kan kita masih fokus pada penyelamatan dan penyehatannya. Untuk hal itu nanti kita pikirkan,” kata WH, Jumat (24/7/2020).
Mantan Walikota Tangerang dua periode ini melanjutkan, selain itu dirinya juga menunggu Bank Banten ini dalam kondisi sehat terlebih dahulu, yang tentunya hal ini membutuhkan waktu yang relatif lama. “Setelah sehat baru kita bisa mengambil sikap, termasuk kemungkinan pengembalian RKUD ke Bank Banten,” ujarnya.
Disinggung terkait kelanjutan marger dengan Bank BJB Syariah, WH mengaku hal itu nanti akan dipertimbangkan, namun yang jelas sampai saat ini Pemprov Banten masih mencoba melakukan penyehatan bank ini secara mandiri.
“Ya, kita rencanakan nanti. Yang penting sehat aja dulu,” akunya.
Untuk diketahui, OJK sebelumnya merekomendasikan kepada pemilik saham mayoritas agar memberikan modal sebesar Rp3 triliun untuk menyehatkan Bank Banten.
Akan tetapi karena kemampuan keuangan Pemprov hanya Rp1,551 triliun yang masih mengendap di Bank Banten dalam bentuk piutang, akhirnya pihak Bank Banten berencana melakukan Penawaran Umum Terbatas (PUT) VII pada bulan Oktober mendatang, dengan target pendapatan modal dari publik sebesar Rp3 triliun. Dana tersebut rencananya akan dialokasikan salah satunya untuk operasional perseroan.
Dalam perjalanannya, RUPS Bank Banten sendiri beberapa waktu yang lalu ditolak oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) yakni PT BGD, dengan alasan kinerja jajaran direksi Bank Banten buruk.
Pada akhirnya, setelah terjadi obrolan panjang, BGD akhirnya mempertimbangkan untuk menerima laporan keuangan Bank Banten. “Hanya ada beberapa hal yang disesuaikan saja,” kata direktur utama Bank Banten, Fahmi Bagus Mahesa.
Ekonom Untirta Serang Elvin Bastian sendiri menilai, langkah marger ini merupakan cara instan ketika Bank Banten mengalami kesulitan likuiditas, apalagi dengan BJB yang notabenenya secara keuangan sudah stabil.
“Kalau hitungannya bisnis, tentu marger menjadi pilihan yang tepat untuk menyehatkan Bank Banten. Namun sisi kebanggaan memiliki bank daerahnya akan menjadi hilang, karena tentu saham Pemprov akan menjadi minoritas di situ,” katanya.
Saat ini, lanjutnya, Pemprov Banten masih mempunyai saham di Bank BJB sekitar 5,9 persen dengan deviden setiap tahunnya yang diterima sekitar Rp48 miliar. Jika Bank Banten ini dimarger dengan BJB Syariah, maka tentu kepemilikan saham Pemprov Banten di BJB akan naik, menjadi 9 persen atau lebih.
“Kita lihat saja, apakah keuangan Pemprov Banten mampu untuk menyehatkan Bank Banten secara mandiri atau tidak,” tutupnya. (Rey/Al)