KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Pembahasan maraton terkait penyelamatan dan penyehatan Bank Banten terus dilakukan oleh Panitia Khusus (Pansus) penambahan penyertaan modal Bank Banten bersama Pemprov Banten.
Targetnya, sebelum batas waktu yang ditentukan oleh OJK, Selasa (21/7/2020), bank dengan nama emiten BEKS ini sudah keluar dari status pengawasan intensif, sehingga kondisinya sudah kembali likuid atau normal.
Salah satu yang disyaratkan oleh OJK dalam suratnya tertanggal 17 Juni 2020, yang ditujukan kepada Pemprov Banten selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT) adalah memperkuat atau menambah modal kepada Bank Banten, termasuk melalui setoran modal serta menyampaikan rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan).
Ketua Pansus Raperda penambahan penyertaan modal kepada PT BGD untuk Bank Banten Gembong R Sumedi saat dihubungi Rabu malam (15/7/2020) mengatakan, upaya penyelamatan dan penyehatan Bank Banten itu terus dilakukan dengan cara maraton, untuk menjalankan apa yang direkomendasikan oleh OJK.
“Tadi baru beres rapat bersama pihak terkait seperti Pemprov dan Bank Banten. Poin besar pembahasannya adalah pembahasan rancangan draf Raperda penambahan penyertaan modal untuk Bank Banten lewat konversi dana BUD yang mengendap di Bank Banten,” ujarnya.
Gembong melanjutkan, namun rapat menjadi panjang karena banyak usulan-usulan terkait judul. Ada yang mengusulkan judulnya perubahan atas Perda terdahulu atau Perda penambahan setoran modal. Kemudian disepakati untuk judul Raperda-nya penambahan setoran modal.
“Karena kejadian konversi ini kan baru kali ini terjadi, sehingga harus banyak perimbangan dalam menentukan keputusannya,” katanya.
Jika nanti Perda ini disahkan, tambah Gembong, secara otomatis Perda nomor 5 tahun 2013 itu tidak berlaku. Namun, dalam Raperda ini klausul itu belum masuk dalam salah satu poin pasalnya, sedangkan perintah OJK itu, di dalam draf Raperda ini, masuk ke dalam salah satu konsideran penyusunan Raperda.
“Besaran dana yang dikonversi menjadi penambahan penyertaan modal ini, sesuai dengan draf dari Gubernur Banten yakni Rp1,551 triliun. Kalau ditotal dengan penyertaan modal yang sudah masuk ke Bank Banten sebelumnya sekitar Rp600 miliar itu, maka jumlahnya sekitar Rp2,1 triliun lebih,” tuturnya.
Besaran angka ini menurut Gembong masih jauh dari jumlah dana untuk menyehatkan Bank Banten versi OJK sebesar Rp2,9 triliun. Untuk menambah suntikan modal tersebut, Bank Banten akan melakukan aksi korporasi pada bulan Oktober nanti, dengan target pendapatan dana segar dari publik sebesar Rp3 triliun.
“Kalau hanya mengandalkan dana Rp1,551 triliun saja, rasanya akan sulit untuk menyehatkan Bank Banten, karena ada cost operasional juga yang harus kita hitung di situ. Untuk itu, setelah bank ini kita selamatkan, untuk selanjutnya baru kita akan berbicara masalah penyehatan.
Fokus kita untuk saat ini adalah bagaimana Bank Banten ini bisa keluar dari Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK),” tegasnya.
Ketua komisi III DPRD Banten ini berharap, kita bisa menyelamatkan dan menyehatkan perseroan ini secara mandiri. Artinya, dana segar dari masyarakat yang dihimpun lewat right issue itu benar-benar bisa terealisasi sesuai dengan target. Sehingga kemudian perseroan ini tidak lagi mencari pinjaman dana ke bank lain, meskipun pinjaman modal dalam dunia perbankan itu hal yang wajar.
“Yang dibutuhkan Bank Banten saat ini adalah fresh money, sementara dana yang ada hasil konversi itu masih dalam bentuk catatan piutang ASN, yang krediturnya kini sudah dijual ke BJB. Kalau kita mengandalkan dana itu, terlalu lama makanya kita cari alternatif pembiayaan, sumbernya bisa dari pinjaman atau menunggu hasil right issue,” terangnya.
Diakui Gembong, untuk pinjaman modal yang memungkinkan bisa dilakukan adalah ke bank BJB. Karena selain Pemprov Banten masih mempunyai saham di BJB, kreditur, Kasda dan gaji ASN juga disalurkan lewat bank BJB.
“Kalau untuk melanjutkan marger, mungkin, ini mah pendapat pribadi saya, mungkin saja bisa dilanjutkan kalau kita tidak bisa menyehatkan Bank Banten secara mandiri,” katanya.
Untuk diketahui, sejak pemindahan RKUD dilakukan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dari Bank Banten ke BJB pada pertengahan April lalu, sejumlah aset kredit ASN sekitar 8.600 ASN di Bank Banten dijual secara perlahan ke bank BJB. Penjualan itu diduga untuk mempertahankan likuiditas Bank Banten ditengah kondisi krisis keuangan.
Skema itu awalnya bukan menjadi pilihan, karena berdasarkan dokumen yang redaksi miliki, Bank BJB melalui suratnya dengan nomor 305/DIR-CSE/2020 tanggal 29 April 2020 perihal Indikatif Penawaran Pengambil-Alihan Aset Kredit Konsumer Secara Cessie, Bank BJB mengajukan kerjasama bundling cessie dengan jaminan senilai Rp 1,5 T dan dengan Bantuan Likuiditas
yang diberikan sebesar 60% dari nilai jaminan (900 Milyar).
Namun pada kenyataannya, skema Bantuan likuiditas yang terjadi adalah “Asset Sale”, dengan pengalihan asset Kredit ASN di Pemprov Banten di Bank Banten dengan total fasilitas yang
direncanakan sebesar Rp509Milyar. Telah dicairkan pada Tahap pertama sebesar Rp199 Miliar yang bersumber dari asset sales 2.500 debitur dengan total plafond kredit (nilai asset) Rp330M.
Bank BJB mensyaratkan adanya pemindahan kredit beserta dengan dokumennya, sehingga masing-masing kredit yang akan diambilalih harus diperiksa satu-persatu, dan hanya yang
sesuai dengan kriteria Bank BJB saja yang dapat diterima.
Terkait penggabungan usaha, dalam dokumen tersebut, Bank BJB telah menyampaikan Proposal Merger kepada OJK dengan menyampaikan berbagai hal seperti, penggabungan usaha Bank Banten ke dalam Bank BJB harus memiliki dampak positif terhadap Bank BJB, baik secara finansial maupun non-finansial, sehingga tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan serta perekonomian nasional dengan skala yang lebih besar.
Bank BJB juga meminta seyogyanya Pemprov Banten selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT)
dapat melakukan upaya penyehatan terlebih dahulu kepada Bank Banten sebelum dilakukan penggabungan atau pengambilalihan usaha oleh Bank BJB.
Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka Bank BJB tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk dapat melakukan
penggabungan usaha sesuai dengan arahan OJK. Sementara itu hingga saat ini pihak Bank Banten belum ada yang bisa dikonfirmasi. (Rey/Al)