Opsi Konversi Kasda Jadi Modal Bank Banten Sukses Redam Wacana Interpelasi

oleh -63 Dilihat
oleh

Serang – Surat Gubernur Banten prihal konversi dana kasda senilai Rp 1.9 triliun menjadi setoran modal untuk Bank Banten dinilai telah berhasil meredam wacana interpelasi yang akan diajukan oleh 15 Anggota DPRD Banten tentang pemindahan RKUD dari Bank Banten ke BJB.

Padahal dari sisi hukum surat tersebut bukan termasuk peraturan kebijakan maupun perundang-undangan yang belum tentu bisa menyelesaikan kemelut Bank Banten.

Demikian terungkap dalam diskusi terbatas tentang “Nasib Interpelasi Pasca Divestasi Kasda” yang dilaksanakan Banten Lawyers Club (BLC) di salah satu rumah makan di Kota Serang, Senin (22/6)

Hadir sebagai narsumber Wakil Ketua Komisi III DPRD Banten Ade Hidayat, Ketua DPC Peradi Serang Mufti Rahman, dan Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan FH Untirta Lia Riesta Dewi.

Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan FH Untirta Lia Riesta Dewi mengatakan, pemindahan RKUD Pemprov Banten dari Bank Banten ke BJB telah menimbulkan kemelut yang luas biasa. Telah terjadi terjadi rush yang berdampak pada kondisi Bank Banten.

Kebijakan tersebut dinilainya telah melanggar peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah yang dimana disebutkan bahwa RKUD disimpan di bank yang sehat.

Ia memaparkan, pada saat pemindahan RKUD Bank Banten sedang masuk dalam pengawasan intensif OJK yang waktunya sampai 15 Juni 2020. Bank Banten sebetulnya belum dinyatakan tidak sehat oleh OJK karena jangka waktu pengawasan intensif belum habis.

Selama pengawasan intensif ini OJK memberikan kesempatan kepada Bank Banten untuk memulihkan kondisi. Jika pada atas waktu belum juga terlihat pemulihan maka OJK baru akan mengeluarkan penilaian berikutnya salah satunya dinyatakan tidak sehat.

“Pada saat Gubernur Banten menarik (RKUD), kondisi Bank Banten belum ditetapkan belum ditetapkan OJK sebagai bank tidak sehat, ibaratnya ikan lagi butuh oksigen, oksigennya diambil oleh gubernur, itu problemnya. Seharusnya nanti kalau pun mau ditarik nunggu keputusan OJK karena yang berhak mentukan bank sehat dan tidak sehat itu OJK, dan OJK masih menunggu satu tahun sejak suratnya diberikan kepada Bank Banten yang menyatakan Bank Banten itu dalam pengawasan intensif,” ujarnya.

Atas kondisi tersebut DPRD Banten kemudian berwacana ingin mengajukan hak interpelasi. “Mengapa berwacana karena faktanya sampai hari ini belum ada pengajuan pasti hak interpelasi. Jadi DPRD baru bisa berwacana, sama seperti Gubernurnya, satu badan itu yang harus diingat,” ujarnya.

Langkah sejumlah Anggota DPRD Banten tersebut menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat tak terkecuali kalangan akademisi. Di mana sebagaiannya bukan merupakan akademisi hukum.

“Saya pikir kenapa kita harus takut dengan sesuatu hal yang itu ingin menegakan sebuah aturan, mengapa hak interpelasi harus ditakuti. Hak interpelasi itu adalah suatu hak yang meminta keterangan saja tentang kebijakan kepala daerah yang memberikan dampak meluas terhadap masyarakat,” ujarnya.

Dalam sejarah tercatat bahwa sejak 1950 sampai 2019 telah terjadi 44 kali interpelasi yang diajukan oleh DPR. Dampaknya terlihat tidak ada masalah yang timbul. “Apakah menjadi masalah, apakah menjadikan hubungan presiden DPR tidak baik, tidak. Kita tuh jangan menakuti sesuatu hal yang bukan harus kita takui, jadi jangan lebay,” ujarnya.

Pada saat DPRD sedang berwancana dan respon banyak pihak tentang Bank Banten bergeliar, Gubernur Banten kemudian mengeluarkan surat kepada DPRD Banten tentang konversi dana kasda senilai 1.9 triliun menjadi setoran modal untuk Bank Banten.

“Yang luar biasanya orang-orang banyak menyangka uang itu sudah diberikan gubernur, mau apalagi mengajukan interpelasi, seharusnya wacana dihentikan, inilah yang harus saya luruskan,” ujarnya.

Menurutnya anggapan tersebut tidak tepat, karena surat gubernur kepada DPRD belum tentu menyelesaikan kemelut Bank Banten. Surat itu bukan bagian peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan, artinya surat tidak memiliki daya ikat untuk dilaksanakan. Dia menduga surat itu hanya untuk meredam 15 Anggota DPRD Banten agar tidak melanjutkan interpelasi.

“Surat itu yang tidak memiliki daya ikat untuk dilaksanakan, jadi saya surat itu untuk meredam khwatir 15 orang ini terus melanjutkan untuk mengajukan interpelasi,” ujarnya.

Dia menjelaskan, terdapat dua peraturan yang dikenal di Indonesia yaitu peraturan peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan. Praturan perundang-undang memiliki daya ikat contohnya SK guebrnur. Kemudian peraturan kebijakan tidak memiliki daya ikat untuk dilaksanakan contohnya surat edaran.

“Sedangkan surat yang dibuat gubernur itu surat edaran juga enggak, peraturan kebijakan kebijakan bukan, apalagi peraturan perundang-undangan. Akhirnya saya bisa menyimpulkan surat gubernur Banten tidak atau belum menyelesaikankan kemelut Bank Banten. Karena hanya merupakan surat biasa yang tidak berakibat hukum, tapi akhirnya menjadi peredam wacana pengajuan hak interpelasi,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Banten Ade Hidayat mengatakan, berdasarkan peraturan DPRD Banten tentang tata tertib DPRD Banten interpelasi bagi hak Anggota DPRD Banten untuk bertanya kepada Gubernu Banten tentang kebijakan yang berdampak luar terhadap masyarakat dan kehidupan bernegara. “Karena itu ruang ini digunakan untuk mempertanyakan tentang pemindahan RKUD,” ujarnya.

Langkah interpelasi dianggap lebih baik dilakukan karena jawaban gubernur bisa menjadi acuan melaksanakan kebijakan berikutnya. “Kebetulan Bank Banten menjdi mitra komisi, dan saya salah satu pimpinan komisi, maka menjadi wajib untuk bisa menanyanakan kepada gubernur. Berbeda dengan ruang lainnya seperti pansus atau rapat konsultasi, rapat konsultasi sebagai fasilitasi yang diberikan DPRD untuk mengosutasikan hal yang belum ketemu,” katanya.

Pada posisi saat ini pasca konversi dana kasda menjadi penyertaan modal, dia terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada pemprov untuk mengambil langkah kongkrit menyehatkan Bank Banten. Bagaimanapun interpelasi tujuan besar memperbaiki Bank Banten dan saat pemprov sudah mulai menunjukan langkahnya untuk menyehatkan Bank Banten.

“Dalam rapat saya sudah beberapa kali tanyakan keseriusan pemprov menyehatkan Bank Banten, Sekda Banten yang pada saat itu hadir menyatakan komitmen,” ujarnya.

Ketua DPC Peradi Serang Mufti Rahman mengatakan, Bank Banten menjadi aset dan kebanggaan Banten. Karena itu Bank Banten perlu diselamatkan. Adapun yang perlu menyelamatkannya adalah Pemprov Bank yang menanambkan sahamnya melalui BGD. “Ibarat sebagai keluarga, BGD anak dan Bank Banten cucu,” katanya.(Anwar/Teguh)