KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Pemprov Banten harus segera mengambil langkah dalam upaya penguatan posisi keberadaan BUMD Banten Global Development (BGD) yang banyak mengelola keuangan daerah, namun hingga kini Pemprov belum mendapat keuntungan atau deviden yang jelas dari pengelolaan tersebut.
Wakil ketua komisi III DPRD Banten Ade Hidayat mengatakan, banyak uang daerah yang dikelola BGD untuk sektor investasi, salah satunya kepada Bank BJB Syariah dan juga untuk penyertaan modal Bank Banten.
“Di BJB Syariah, Pemprov Banten melalui BGD memiliki investasi saham sebesar Rp14 miliar, namun Pemprov tidak pernah mendapat deviden setiap tahunnya,” ujar Ade dalam salah satu kegiatan diskusi, Senin (22/6/2020).
Setelah dilakukan analisa, lanjut Ade, Bank BJB Syariah hingga sekarang ternyata masih mengalami kerugian setiap tahunnya sekitar Rp753 miliar. Meskipun dari hasil usahanya, BJB Syariah setiap tahunnya mengalami keuntungan sebesar Rp15 miliar. Namun keuntungan itu bukan keuntungan produktif, karena sudah terpakai habis untuk menutupi kerugian.
“Jadi nilai investasi Rp14 miliar itu, tidak ada artinya. Butuh waktu sekitar 50 tahun lagi untuk mendapatkan deviden dari Bank BJB Syariah,” ujarnya.
Ketua DPC Gerindra Kabupaten Lebak ini menambahkan, oleh karena itu, jika tidak bisa menghasilkan deviden, lebih baik BGD menarik uang itu dan dialokasikan untuk menyehatkan Bank Banten. Namun sepertinya hal itu tidak bisa dilakukan, mengingat seluruh jajaran direksi BGD-nya hingga kini masih dijabat oleh Plt.
“Menurut aturan, kebijakan besar ini tidak bisa dilakukan oleh seorang Plt, harus pejabat devenitif. Untuk saya lebih setuju untuk menguatkan BGD dari pada membubarkannya, karena di sana ada banyak uang masyarakat Banten yang harus kita selamatkan,” tegasnya.
Ade melanjutkan, pihaknya sudah berkali-kali melakukan diskusi dan tidak jarang terjadi perdebatan panjang dengan BGD terkait pengelolaan usaha dari keuangan daerah ini, bersama Sekda dan BPKAD juga sering. Tapi, berbagai solusi yang ditawarkan dari sekian diskusi itu, tidak pernah ada yang ditindaklanjuti, contohnya terkait usulan Perda pemisahan antara BGD dengan Pemprov. Usulan itu sampai sekarang tidak jalan. Mandek.
“Jika Pemprov tetap menginginkan bank Banten berada di bawah BGD, maka saya ingin Pemprov menguatkan BGD-nya dulu. BGD harus kuat, supaya management yang dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan dibawahnya profesional dan baik. Masa dari 12 juta masyarakat Banten tidak ada satupun yang bisa mengurus BGD,” tegasnya.
Terpisah, ketua Kamar Dagang (Kadin) Kita Serang Ibnu Nurul Ibadurrahman mengatakan, seluruh pengusaha yang menggunakan Bank Banten sangat merasa dirugikan dari pemindahan RKUD ini. Untuk itu, Pemprov Banten diminta untuk membereskan salah urus dalam penanganan Bank Banten ini.
Salah urus itu, lanjut Ibnu, antara lain penyertaan modal dari Pemprov Banten tidak dilakukan secara langsung, tetapi melalui BUMD PT BGD.
“Akibatnya, Pemprov Banten tidak bisa melakukan intervensi langsung ketika Bank Banten mengalami persoalan,” katanya.
Ibnu melanjutkan, cara meluruskannya adalah Pemprov dan DPRD Banten membuat Perda tentang penunjukan PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Banten sebagai bank milik Pemprov Banten. Perda itu memungkinkan Pemprov Banten melakukan langsung penyertaan modal, tanpa perlu melalui PT BGD.
“Deviden yang diterima juga nanti langsung masuk ke Kasda secara resmi dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan atau kepentingan Pemprov Banten,” katanya.
Selain itu, Ibnu juga meminta Pemprov Banten untuk mengganti seluruh anggota dewan direksi dan dewan komisaris di Bank Banten. Sebab kisruh atau polemik Bank Banten yang mengemuka menunjukan ketidakmampuan dewan komisaris dan dewan direksi dalam mengelola sebuah bank.
“Menurut laporan keuangan yang dikirim Bank Banten ke OJK, sejak namanya diganti dari Bank Pundi ke Bank Banten, bank ini selalu menderita kerugian, tidak pernah membukukan keuntungan. Dalam kondisi itu, Bank Banten tidak pernah memberikan deviden atau keuntungan kepada Pemprov Banten,” tutupnya. (Rey/Al)