Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan penjelasan terkait dengan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin soal korupsi yang menyebabkan kerugian negara (KN) di bawah Rp 50 juta diselesaikan dengan cukup pengembalian uang kerugian saja. Pernyataan itu terlontar saat rapat kerja Kejagung dengan DPR RI.
Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer mengatakan, pernyataan Jaksa Agung itu awalnya merespons pertanyaan dari anggota DPR RI Benny K Harman dan Supriansa.
Berikut pertanyaannya:
Benny K Harman: Kasus korupsi di bawah 1 juta janganlah diproses. Tapi sampai saat ini, kami dapat data banyak kasus korupsi di bawah Rp1 juta masih diproses. Ini yang kemudian dibilang hukum kita ini tumpul ke atas tajam ke bawah. Alangkah baiknya kalau pak JA membuat kebijakan supaya kasus korupsi 1 juta ke bawah tidak diproses. Lebih baik proses kasus besar daripada kasus kecil.
Supriansa: Tidak sedikit kasus dana desa dengan nilai rendah yang anggaplah hanya beda Rp 7 juta, beda Rp 5 juta tapi karena masuk di pengadilan mesti ada tuntutan dan akhirnya diputus sekian tahun. Kalau dipikir-pikir, kalau nilainya kecil seperti itu, saya mengharapkan Jampidsus ada terobosan pengembalian uang daripada di penjara orang ini. Lebih banyak biaya makan dia di dalam ketimbang dengan apa yang kita kejar. Toh juga bangsa ini memiliki keterbatasan soal ketersediaan Lapas yang sudah over capacity. Luar biasa kalau kita paksa masuk tapi nilainya rendah. Apa ada solusi atau memang kita harus lurus tegak memenjarakan orang meskipun nilainya cukup kecil?
Atas pertanyaan tersebut, ST Burhanuddin memberikan jawaban. Leonard mengatakan, Jaksa Agung saat itu memberikan penjelasan bahwa terhadap perkara-perkara dana desa yang kerugiannya tidak terlalu besar dan perbuatan tersebut tidak dilakukan secara terus menerus maka diimbau untuk diselesaikan secara administratif dengan cara mengembalikan kerugian tersebut.
“Dan terhadap pelaku dilakukan pembinaan melalui Inspektorat untuk tidak mengulangi perbuatannya,” kata Leonard dalam keterangannya, Jumat (28/1).
Leonard mengatakan, Burhanuddin saat itu menjelaskan, bahwa perkara korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara Rp 1.000.000, ada kasus serupa yang ditangani oleh Kejagung. Kasus tersebut yakni penyidikan yang dilakukan oleh Polresta Pontianak dalam perkara Pungutan Liar yang melibatkan seorang wasit dengan nilai Rp 2.200.000 dan saat ini perkara tersebut masih dalam tahap pra-penuntutan di Kejaksaan Negeri Pontianak.
Perkara tersebut, kata Leonard, tidaklah berkaitan dengan kerugian keuangan negara, namun terkait dengan upaya pemberantasan pungutan liar (saber pungli). Oleh Karenanya penanganannya diharapkan dilakukan secara profesional dengan memperhatikan hati nurani dan/atau menggunakan instrumen lain selain Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan untuk perkara Tipikor yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara, kata Leonard, Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajaranya untuk tindak pidana korupsi yang kerugian keuangan negaranya di bawah Rp 50.000.000 untuk diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana dan biaya ringan.
“Adapun penjelasan di atas, merupakan respons Bapak Jaksa Agung RI dan imbauan yang sifatnya umum untuk menjadi pemikiran bersama dan diperoleh solusi yang tepat dalam penindakan tindak pidana korupsi yang menyentuh baik pelaku dan masyarakat di level akar rumput, yang secara umum dilakukan karena ketidaktahuan atau tidak ada kesengajaan untuk menggarong uang negara, dan nilai kerugian keuangan negaranya pun relatif kecil,” ucap Leonard
Leonard mengatakan, Jaksa Agung saat itu mengeluarkan imbauan bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi harus mengutamakan nilai keadilan yang substantif selain kemanfaatan hukum dan kepastian hukum. Dia menekankan upaya preventif.
“Kejaksaan mengapresiasi, jika terduga pelaku telah mengembalikan secara sukarela, ketika tim inspektorat telah turun dan menemukan kerugian keuangan negara sebelum tindakan penyidikan dilakukan oleh aparat penegak hukum, dan perkara itu sifatnya kesalahan administratif serta kerugian keuangan negara yang timbul juga relatif kecil,” kata Leonard.
“Untuk perkara yang model inilah Bapak Jaksa Agung RI wacanakan dalam bentuk imbauan untuk ditangani dengan menggunakan instrumen lain selain instrumen undang-undang tindak pidana korupsi,” sambung dia.
Leonard menegaskan, imbauan yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung ini pun bukanlah bentuk impunitas kepada koruptor
“Imbauan Bapak Jaksa Agung RI bukanlah untuk impunitas pelaku tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara yang relatif kecil, tetapi wacana itu dibuka untuk dibahas ke publik agar penindakan tindak pidana korupsi pun berdasarkan pemikiran yang jernih atas hakikat penegakan hukum itu sendiri, yaitu pemulihan pada keadaan semula,” kata dia.
Di sini, Leonard kembali menegaskan bahwa korupsi kerugian negara di bawah Rp 50 juta hanya cukup mengembalikan uang ke negara saja. Namun itu bentuknya imbauan kepada jajaran kejaksaan, tak hanya Kejagung.
“Jaksa Agung RI juga menyampaikan untuk perkara tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara, Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajarannya untuk tindak pidana korupsi yang kerugian keuangan negaranya di bawah Rp 50.000.000 agar diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana dan biaya ringan,” kata dia.