SERANG – Ketua Majlis Pondok Pesantren Ponpes Salafi (MP3S) Provinsi Banten Matin Sarkowi menegaskan dugaan pemotongan dana hibah Ponpes tahun 2018 dan 2020 dilakukan oleh oknum FSPP tingkat Kecamatan.
Hal tersebut dikatakan Matin pada saat diskusi bersama Kelompok Kerja Wartawan Cetak dan Elektronik Provinsi Banten di Plaza Aspirasi, KP3B, Kota Serang, akhir pekan lalu.
Menurut Matin, sebagai ketua Majlis dirinya mendapat banyak curhatan dari puluhan kiyai salafi di Kota Serang yang menerima bantuan dana hibah tahun 2018 tersebut.
“Sekarang ini para kiyai salafi merasa resah, takut, terintimidasi dan disudutkan, meskipun saya selalu mengatakan tidak ada yang menyudutkan,” ujarnya.
Matin menambahkan, hal tersebut wajar memang terjadi mengingat para kiyai salafi tidak pernah macam-macam, hidup mereka selalu lurus mengalir apa adanya.
“Sehingga ketika ada persoalan seperti ini, mereka cemasnya minta ampun, apalagi bersangkutan dengan persoalan hukum. Sampai-sampai ketika mengimami sholat dzuhur aja lima raka’at, bukan empat,” ucap Matin.
Matin mengakui, berdasarkanan curhatan dari mereka, pada tahun 2018 itu mereka memang awalnya kaget karena proposal dana hibah belum dibuat, tapi ada orang yang mengaku dari FSPP sudah datang kepada mereka memberikan bantuan dana hibah itu.
“Karena para kiyai salafi tidak mengetahui apa-apa, ketika mereka datang memberikan bantuan itu akhirnya diterima aja. Kejadian itu terjadi sebelum lebaran,” katanya.
Pencairan bantuan itu diberikan di Majid al-Bantani, KP3B, Kota Serang dengan mengumpulkan semua kiyai dari Ponpes salafi.
Setelah beberapa hari pasca lebaran, tiba-tiba oknum ini datang lagi meminta Surat Pertanggungjawaban (SPj) penggunaan dana tersebut serta proposal pengakuannya.
“Para kiayi mengaku kaget, karena tidak tahu harus bagaimana membuatnya. Akhirnya oknum ini memberikan persyaratan kepada para kiayi,” ungkapnya.
Persyaratan yang dimaksud adalah para kiyai harus mengaku bahwa dirinya yang membuat proposal itu jika suatu saat nanti ada pihak yang mempertanyakan.
“Selain itu jika ditanya besaran dana yang diterima, bilang utuh Rp20 juta, tidak ada potongan,” jelasnya.
Hal itulah yang juga kemudian membuat mereka was-was, di satu sisi mereka paham ajaran agama yang tidak memperbolehkan berbohong, di sisi lain mereka terancam persoalan hukum.
“Dana yang mereka terima pada tahun 2018 itu tidak utuh, ada pemotongan Rp1-2 juta yang dilakukan oleh oknum tersebut,” tegas Matin.
Selain mempersyaratkan dua hal tersebut, tambah Matin, oknum FSPP kecamatan ini juga mengancam tidak akan kembali memberikan bantuan hibah kepada mereka jika tidak menuruti apa yang mereka kehendaki.
“Nah, pemotongan juga kembali terjadi pada tahun anggaran 2020 kemarin, bahkan nominalnya lebih besar antara Rp2-3 juta,” pungkasnya.
Atas kejadian itu Matin berharap, siapapun yang menyalurkan Hibah nantinya, sistem yang digunakan benar-benar sudah teruji.
“Karena hal ini juga akan mempermudah Pemprov juga dalam menyalurkannya bantuannya,” imbuhnya.
Diakui Matin, bantuan yang diberikan tidak usah banyak-banyak Ponpes dulu, sebagian juga tidak masalah yang penting konkret dan penyalurannya bisa terawasi dengan baik dan mudah.
“Tahun ini misalnya 1000 Ponpes dengan nilai yang besar, tahun depannya begitu juga dengan penerima yang berbeda,” ujarnya.
Atau mungkin bantuannya sesuai kebutuhan, misalnya Ponpes ini butuhnya gedung, Pempov melakukan tender dan pihak Ponpes hanya menerima kunci saja.
“Begitu kan lebih baik dan mempermudah bagi para kiyai,” tutup Matin.(loet)