KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Ada sekitar Rp170 miliar lebih Dana Bagi Hasil (DBH) pajak delapan kabupaten dan kota di Provinsi Banten yang masih mengendap di Bank Banten.
Dana tersebut diduga kuat akan kembali dikonversi menjadi tambahan modal perseroan, mengingat besaran fresh money yang terkumpul dari right issue kemarin hanya mampu mencapai Rp1,87 triliun dari yang ditargetkan sebesar Rp3 triliun.
Bila dilihat lebih jauh, besaran dana itu 71 persennya hanya bentuk catatan piutang, sedangkan sisanya, sekitar Rp300 miliar dalam bentuk fresh money. Capaian besaran dana itu jauh dari rekomendasi OJK dalam upaya menjadikan Bank Banten sehat kembali.
Pegiat ekonomi yang juga penggugat permasalahan Bank Banten di Bareskrim Mabes Polri Ojat Sudrajat saat dikonfirmasi mengatakan ada dugaan upaya dari direksi Bank Banten untuk menjadikan dana DBH itu sebagai dana deposito.
“Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari salah seorang Kepala BPKAD Kabupaten/Kota, pihak Bank Banten sudah berkirim surat dan menawarkan opsi sebagai dana deposito di Bank Banten,” katanya, Selasa (12/1/2021).
Lebih lanjut Ojat menjelaskan, hal tersebut seakan-akan menunjukkan managemen Bank Banten tidak peduli atau egois dengan kondisi keuangan 8 Kab/Kota di Provinsi Banten di tengah Pandemi Covid 19 ini.
“Hal ini menjadi bertolak belakang dengan beberapa kabar terakhir yang menyatakan Bank Banten meraih dana Rp300 Milyar lebih dari hasil right issue di akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021 kemarin,” ujarnya.
Menurut Ojat, deposito daerah tidak semudah seperti dana deposito pribadi atau perorangan. Deposito daerah mempunyai aturan Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terutama pada Pasal 328 ayat satu.
Dalam pasal tersebut dijelaskan, dalam rangka manajemen kas, Pemerintah Daerah dapat mendepositokan dan/atau melakukan investasi jangka pendek uang milik daerah yang sementara belum digunakan sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah, tugas daerah dan kualitas pelayanan publik.
“Pengelolaan uang Negara/Daerah juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah pada Pasal 37 ayat 1 yang menyebutkan, dalam hal terjadi kelebihan kas, Bendahara Umum Daerah (BUD) dapat menempatkan uang daerah pada rekening di Bank Sentral/Bank Umum yang menghasilkan bunga/jasa giro dengan tingkat bunga yang berlaku,” tuturnya.
Sementara itu, tambahnya, pada ayat 2 disebutkan bahwa penempatan uang pada Bank Umum dilakukan dengan memastikan bahwa BUD dapat menarik uang tersebut sebagian atau seluruhnya ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) pada saat diperlukan.
Sedangkan pada ayat 3-nya menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan uang daerah pada Bank Umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
“Saya meyakini jika saat ini 8 Kab/Kota dalam posisi keuangan yang tidak berlebih, sehingga jika dana DBH dijadikan dana deposito maka akan berpotensi menabrak aturan perundang–undangan yang berlaku,” jelasnya.
Untuk itu, dirinya kembali mendukung langkah Pemprov Banten selaku PSPT sebagaimana disampaikan Pak Gubernur yang akan segera melakukan perbaikan tata kelola di Bank Banten, yang menurut pengertian saya adalah pergantian managemen yang meliputi direksi dan komisaris di Bank Banten.
“Saya menduga belum adanya perbaikan tata kelola managemen di Bank Banten adalah salah satu pertimbangan OJK untuk tidak kunjung mencabut status BDPK-nya Bank Banten hingga saat ini,” tutupnya. (Al/Red)