KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Pemprov Banten dikabarkan akan segera mencairkan penyertaan modal ke Bank Banten. Surat pencairan modal itu kini sudah berada di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten. Namun disisi lain, bisnis plan dari pengurus Bank Banten sendiri masih mentah dan belum disetujui Otoritar Jasa Keuangan (OJK). Sehingga dimungkinkan ketika dana itu dipaksakan tetap dicairkan, akan timbul permasalahan hukum baru.
Salah satu dewan komisaris PT Banten Global Development (BGD) Razid Chaniago saat dihubungi mengatakan, permasalahan yang dihadapi Bank Banten bukan hanya permodalan, tetapi juga ada permasalahan likuiditas di sana. Dirinya mengaku khawatir ketika penyertaan modal ini diberikan, likuiditas Bank Banten tidak bisa diselamatkan karena bisnis plan-nya belum mendapat persetujuan dari OJK.
“Kami tidak ada niatan sama sekali untuk menghambat proses penyehatan Bank Banten. BGD sekali lagi sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) sangat berhati-hati dan mengikuti prosedur serta mekanisme yang harus dilakukan agar tidak menimbulkan masalah baru, karena semua ini harus parallel,” katanya, Kamis (12/11/2020).
Sebagai orang yang bergelut di bidang hukum, Razid menganalisa dengan dicairkannya penyertaan modal ini, status Bank Banten mungkin bisa kembali dikatakan sehat atau normal. Akan tetapi untuk menyelesaikan permasalahn likuiditasnya, sampai sekarang jajran pengurus Bank Banten sendiri masih belum memberikan kepastian kepada kami, terkait langkah apa yang akan dilakukan setelah Bank ini dinyatakan sehat.
“Kabar yang saya denger, katanya ada investor dari Malaysia dan Timur Tengah yang sudah siap dan stanby akan menanamkan modal pada saat right issue nanti. Salah satunya juga bahkan dikabarkan sudah membuka rekening di Indonesia. Tapi sampai sekarang kami belum mendapat kepastian terkait keseriusan para investor itu. Itulah yang ingin kami pastikan dulu, supaya nanti ketika penyertaan modal ini diberikan, masalah likuiditas juga bisa segera diatasi,” jelasnya.
Jika permasalahan kecukupan likuiditas ini tidak dipersiapkan dengan matang, lanjutnya, maka bisa dipastikan konversi Kasda yang diberikan itu akan terbuang dengan sia-sia, dan akan menjadi permasalahan hukum baru berupa kerugian negara sebesar Rp1,551 triliun.
“Kalau sudah terjadi kerugian negara, apakah OJK nanti akan ikut bertanggungjawab. Pastinya mah tidak, karena OJK merasa belum menyetujui bisnis plan yang dibuat oleh Bank Banten. Dan Pemprov Banten sebagai PTPS yang akan bertanggungjawab terkait permasalahan hukum ini. Makanya BGD sebagai filter dari Pemprov sangat berhati-hati,” tegasnya.
Sementara itu Ketua Komisi III DPRD Banten Gembong R Sumedi mengatakan, perkembangan terbaru terkait Bank Banten adalah pak Gubernur sudah meminta BPKAD untuk membuat Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk penacairan dana Kasda yang berada di RKDU Pemprov di Bank Banten untuk ditransfer ke modal dasar Bank Banten atau es crow sebesar RP1,551 triliun.
“Sekarang bola panasnya ada di BPKAD. Mudah-mudahan surat itu sudah dibuatkan supaya OJK melihat tahapan permodalan ini sudah selesai dijalankan, tinggal selanjutnya permasalahan likuiditas, permasalah eks bank pundi dan permasalahan managemennya,” katanya.
Diakui Gembong, pada rapat kemarin inti permasalahannya itu karena BGD belum menerima transferan dari Pemprov. Tapi dua hari yang lalu dirinya bertemu dengan pak Gubernur, katanya sudah dibuat surat pencairannya. Serakang prosesnya ada di BPKAD.
“Kalau saya sih logikanya sudah jalan. Asumsi saya, kalua pak Gubernur sudah memerintahkan, masa bawahannya tidak menjalankan,” katanya.
Disinggung terkait rencana pemberian dana fresh money dari Sinar Mas sebesar Rp1,551 triliun, politisi PKS ini mengaku belum mengetahui secara detail terkait teknisnya seperti apa. Namun bisa jadi dana dari Sinar Mas ini akan dijadikan untuk menyehatkan likuiditas Bank Banten, karena yang penyertaan modal yang diberikan Pemprov itu kan hanya catatan piutang saja, sementara fresh money yang dibutuhkan Bank Banten sudah tidak ada.
“Bisa jadi untuk menyelamatkan likuiditasnya. Tapi itu kan urusan Bank Banten,” ujarnya.
Diakui Gembong, jadi Bank Banten itu diminta oleh OJK untuk memikirkan bagaimana penyelesaian likuiditas. Karena kalaupun permodalan sudah dikasih oleh pemprov uangnya hanya bentuk angka doang. Jangan sampai ketika Bank ini sudah sehat, para nasabah akan melakukan penarikan, uangnya tidak ada. Nanti tutup lagi Bank Bantennya.
“Katanya sudah ada investor dari Malaysia dan Bahana Securitas yang sudah ready membeli sahan Bank Banten pada saat right issue nanti. Cuma masalahnya semua itu baru sebatas janji, tidak ada pernyataan tertulis dari mereka, termasuk juga dari Sinar Mas. Makanya BGD menganggap investor itu bohong,” jelasnya.
Tapi dalam pertemuan terakhir, tambahnya, lagi-lagi Bank Banten meyakini bahwa likuiditas itu pasti ada. Masalahnya kami tidak butuh janji, karena nyatanya sampai sekarng Bank Banten belum bisa membuktikan itu. “Jangan Cuma bisa gendelmen dan agreeman doing, tapi buktinya tidak ada,” tuturnya.
Terkait potensi kerugian negara, menurut Gembong, hal itu pernah ia tanyakan ke OJK. OJK mengaku tidak akan semudah itu memasukkan Bank Banten ke dalam pengawasan Lembaga Penjamin SImpanan (LPS) ketika sudah sehat dan kembali mengalami likuiditas. Artinya, aka nada upaya juga dari OJK untuk ikut membantu menyehatkan permasalahan likuiditas Bank Banten.
“Hal yang sama juga saya rasa dikhawatirkan oleh BGD, karena meskipun uangnya tidak ada, tetapi potensi kerugian negara itu ad ajika sampai Bank Banten ini kembali mengalami kesulitan likuiditas,” ucapnya.
Terpisah kepala BPKAD Rina Dewiyanti ketika dikonfirmasi mengaku belum mengetahui terkait surat SP2D penyertaan modal untuk Bank Baten dari Gubernur Banten yang sudah masuk ke kantornya. Rina mengaku dirinya kini masih focus pada proses pemulihan sakit.
“Saya kan tidak masuk kantor, jadi ga tau. Karena biar imunnya cepet pulih, sementara saya ga hendel masalah kantor dulu,” tuturnya. (Al/Red)