BGD Klaim Suntikan Dana ke Bank Banten Sia-Sia

oleh -78 Dilihat
oleh

KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – PT Banten Global Development (BGD) selaku induk perusahaan Bank Banten (BB) menilai penyuntikan modal hasil konversi kas daerah (Kasda) kepada BB sebesar Rp1,551 triliun itu tidak akan bisa menyehatkan perseroan selama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) idak menghapuskan kredit macet warisan Bank Pundi sebesar Rp1,6 triliun.

Selain itu, BGD meminta OJK memberikan relaksasi selama lima tahun. Sehingga ketika dana itu masuk, tidak langsung habis untuk menutupi pembayaran beban masa lalu. Sementara di sisi lain kondisi Bank Banten akan tetap masih dalam kondisi kesulitan likuiditas.

Demikian disampaikan  Komisaris PT BGD, Razid Chaniago didampingi salah satu Direktur PT BGD, Entis Sutisna usai rapat dengar pendapat (RDP) di GSG DPRD Banten dengan Komisi III DPRD Banten, Kamis (5/11/2020). Hadir dalam rapat tersebut Direktur Utama BB, Fahmi Bagus Mahesa, dua Direkur BB, Kemal Idris  dan Jaja Jarkaaih, Plt Komisaris Utama BB, Media Warman dan Komisaris Independent, Titi Khoiriah.

Diketahui, sebelum menjadi Bank Banten, bank tersebut bernama Bank Pundi yang merupakan milik dari mantan calon Wakil Presiden yang saat dibeli oleh Pemprov Banten, masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI, Sandiaga S Uno.

“Dengan masuknya Rp1,5 triliun BB belum tentu sehat. Karena untuk permodalanpun masih ada kredit yang macet sebesar Rp1, 6 triulin yang sampai saat ini belum dicadangkan untuk biayanya. Jadi kalau masuk Rp1,551 triliun dikurangi Rp1,6 triliun, itu masih minus sementara likuiditaa gak ada,” kata Razid.

Ia menjelaskan, solusi yang harus dilakukan sekarang untuk menyehatkan BB adalah mencari dana untuk menutupi likuiditas dan relaksisasi dari OJK agar kredit macet Bank Pundi dihapus dengan relaksasi atau keringanan lima tahun. “

Adapun penyehatan bank seperti digaung-gaungkan oleh pengurus BB dengan sejumlah kesiapan investor asing seperti dari Malaysia dan Timur Tengah, menjadi stanby buying sampai dilaksanakannya right issue nanti, Razid mengaku investor itu hanya khalayan belaka.

“Itu juga (investor asing) sering dikatakan kepada BGD oleh BB, akan tetapi pada kenyatanya sampai sekarang tidak ada tindak lanjut kejelasan dari investor yang dijanjikan tersebut,” terangnya.

Sementara adanya desakan OJK dan BB agar uang Rp1,551 triliun segera diberikan ke BB, dengan legalitas proposal dana setoran modal (DSM), masih menurut Razid hal tersebut sangat sulit dilakukan.

“Uangnya juga kan masih di pempov, belum kami terima. Jadi mau bagaimanapun desakannya kami tidak bisa berbuat banyak karena dananya belum ada di kami. Untuk itu kami akan berkirim surat ke gubernur (WH) agar bisa segera mencairkan dana tersebut,” jelasnya.

Bahkan Razid meminta kepada BB agar segera melaksanakan  apa yang diminta oleh OJK yakni, action plan. “Action plan nya saja sampai sekarang belum ada. Kita berbalik ke OJK, apa OJK berani memberikan jamainan bank akan sehat, dan sampai sekarang action plan dari BB yang diminta oleh OJK tidak ada.Dan kalau BB mau sehat BB, harus melaksanakan empat hal seperti permodalan, likuiditas, penyelesaian kredit masa lalu Bank Pundi dan perubahan management. Kalau itu tidak dilakukan, BB tetap tidak akan sehat,” ungkapnya.

Dan yang perlu diperhatikan lagi oleh semua pihak lanjut Razid, adalah mengenai status BB yang saat ini bank dalam pengawasan khsuus (BDPK), namun dipaksakan menjadi bank sehat, akan berdampak  pada pengambilan uang nasabah secara besar-besaran  atau rush. 

“Dan kalau OJK terus menyatakan sehat, pasti akan terjadi rush. Karena bank yang tadinya sakit, tiba-tiba OJK mengumunkan bahwa BB sehat, maka nasabah berbondong-bondong menarik dana nya. Jadi  bahaya juga,” terangnya.

“Jika Rp1,551 triliun  dipaksakan masuk ke BB, dan kondisi bank tersebut tidak membawa perubahan, maka akan berdampak kepada hukum dan hilangnya kas daerah (Kasda). “

Kalau kita menyetorkan uang yang kena adalah PSPT (WH), tapi kalau hilang di Kasda yang kena gubernur yang dulu, bukan gubernur yang sekarang,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut Kepala Departemen Pengawasan Bank I OJK, Hizbullah mengakui, permasalah akut yang dialami oleh BB saat ini adalah kesulitan likuiditas. Permasalah likuiditas ini jika dalam tubuh manusia ibaratnya darah. Jika darahnya terhenti, maka manusia tersebut akan mati. Begitu juga dengan BB.

“Kalau kami biarkan Bank Banten ini mati, sebenarnya sejak masa status BPDK ini habis pada tanggal 21 Juli kemarin, secara otomatis bank ini sudah masuk ke dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Akan tetapi karena ada i’tikad baik dari Pemprov dan DPRD Banten untuk mengkonversi Kasda menjadi setoran modal, makanya kemudian kami bersama jajaran Komisaris OJK sepakat memberikan kelonggaran waktu selama 30 hari kerja untuk proses penyehatan,” jelas Hizbullah.

Akan tetapi, lanjutnya, kelonggaran itu tidak dimanfaatkan dengan maksimal oleh pemegang saham baik itu BGD maupun pempov. Buktinya sampai sekarang BGD sebagai PSP belum memenuhi persyaratan menjadikan dana tersebut sebagai tambahan modal dasar minimum atau DSM, padahal sejak Juli lalu sampai sekarang OJK sudah 10 kali berkirim surat, tapi tidak pernah dibalas.

“Kalau persyaratan itu belum dipenuhi, modal Bank Banten belum bisa kami hitung kecukupan CAR-nya. Kecukupan CAR ini akan menjadi salah satu isi dokumen dalam laporan keuangan Bank Banten yang dipublish oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelum melakukan right issue yang rencananya akan dilaksanakan pada akhir bulan Desember 2020 nanti,” ujarnya.

Selain itu, tambah Hizbullah, terkait action plant, Direksi BB sesungguhnya telah menyampaikan beberapa kali kepada kami proposal penyehatannya, tapi berdasarkan hasil evaluasi ada perbaikan-perbaikan terkait dengan kepastian-kepastian pelaksanaannya seperti penyelesaian likuiditas yang baru sebatas rencana, belum tahu kapan pelaksanaannya. 

Ketua Komisi III DPRD Banten, Gembong R Sumedhi berharap pemprov serius dalam proses penyehatan BB. Dan selalu hadir dalam tahapan tersebut. Tidak absen dalam rapat-rapat penting.

“Pak Sekda (Al Muktabar) saat rapat tidak datang. Saya telpon beberapa kali tidak diangkat. Dan setelah acara beres, beliau menelpon kami dengan alasan katanya menghadiri pelantkikan BPKP, dan macem-macem, termasuk paripurna, dan meminta maaf saat ditelpon tidak menjawab, karena handphone nya tertinggal di meja. Katanya sih,” ujarnya.

Masih dikatakan Gembong, pada hasil RDP tersebut, Komisi III merekomendasikan agar BGD segera berkirim surat ke Pemprov Banten terkait untuk proses penyehatan Bank Banten. PIhaknya berharap, setelah ada surat tersebut, pemprov segera menempatkan dana yang ada di Bank Banten itu dialihakan statusnya menjadi escrow, agar status dana tersebut menjadi modalnya BGD untuk penyehatan Bank Banten.

“Pak Sekda ditelpon tadi menyatakan sudah siap. Kalau DSM sudah ada, ini artinya pemprov sudah siap dalam penyehatan Bank Banten. Namun, yang dipermasalahkan ketika dana sudah disetorkan ke Bank Banten, tidak bisa menyertakan likuiditasnya yang kemudian khawatir dana Pemprov hilang,” katanya.

Sedangkan Anggota Komisi III DPRD Banten, Indah Rusmiati menyesalkan ketidakhadiran Al Muktabar dalam rapat tersebut. Menurutnya, sikap tersebut dianggap ketidakseriusan Pemprov dalam upaya percepatan penyehatan BB.

“Saya bingung dengan Sekda Banten. Didepan kita, sikapnya manis. Tapi pas diundang secara resmi oleh kami, malah mangkir dengan tidak memberikan penjelasan. Padahal rapat ini sudah diagendakan jauh-jauh hari,” katanya. Politisi PDI P ini justru curiga dengan sikap Al Muktabar. “Jangan-jangan ada kong kalingkong  antara BGD dengansekda ini. Sama-sama menyulitkan penyehatan BB. Padahal  kita di Pansus Penyertaan Modal BB kemarin itu rapat siang malam, sampai begadang demi BB. Jangan-jangan memang mereka sengaja membuat kondisi seperti ini. Kalau tidak ada keseriusan dari pemprov. Sudah dapat dipastikan Banten nggak akan punya bank daerah,” ungkapnya.

Sekda Banten Al Muktabar selaku Ketua Pembina BUMD seusai rapat paripurna mengaku sudah izin absen kepada pimpinan komisi karena pada saat yang bersamaan ada agenda pelantikan kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Banten.

“Itu normatif aja, kebetulan ada kegiatan yang berbarengan, tidak ada unsur skema kongkalikong untuk membuat hasil rapat ini buntu, tidak ada,” katanya.

Ia mengaku perlu ketelitian dalam memberikan modal ke BB, dan menjadi hal yang diutamakan, agar semuanya sesuai dengan prosedur aturan berlaku. Hal itu bertujuan, tambahnya, agar tidak ada permasalahan dengan hukum dikemudian hari.

“Asas kehati-hatian itu selalu kita utamakan. Oleh karena itu, jika pihak BGD mempunyai inisiatif membuat surat pernyataan bersama, kita lihat dulu seperti apa regulasinya, sesuai tidak,” ujarnya.

Direktur Utama Bank Banten Fahmi Bagus Mahesa mengatakan dirinya membutuhkan dukungan semua pihak untuk kembali menyehatkan bank ini, terutama Pempov Banten selaku PSPT, BGD selaku PSP serta dukungan dari Komisi III DPRD Banten. 

Permasalahan likuiditas, lanjutnya, memang menjadi salah satu fakta yang permasalahan yang harus diselesaikan yang sudah kita bahas dalam proposal.

“Untuk itu kami minta dukungan dari semua pihak dalam proposal penyehatan itu. Karena di dalam proposal bersama otu, banyak pihak terkait sesuai dengan kewenangannya masing-masing yang harus ikut juga menandatangani sebagai bukti kesepemahaman,” katanya.

Tanpa dukungan dari PSP dan PSPT, lanjut Fahmi, proposal bersama, tidak akan bisa cepat selesai sebagaimana yang kita harapkan. 

“Ada beberapa hal yang harus diperbaiki berkenaan dengan kepastian-kepastian itu,” imbuhnya.

Hal itu dikarenakan BB lanjut Fahmi, tidak bisa berdiri sendiri. Ada beberapa pihak harus  dilibatkan untuk menentukan timeline dari kepastian-kepastian yang dipertanyakan OJK tersebut.

“Permasalahan permodalan serta bukti-buktinya itu pasti akan dipertanyakan baik di OJK. Sehingga kami membutuhkan bukti pencairan konversi dana dari Kasda menjadi escrow modal dasar untuk menyehatkan Bank Banten,” tutupnya

Informasi dihimpun, action plan yang disampaikan Bank Banten terdiri dari jangka pendek dan menengah. Untuk jangka pendek ada penagihan sisa Cassie di Bank BJB sebesar Rp65 miliar, asset sale ke Bank OK sebesar Rp100 miliar, asset sale ke Bank Sulut GO sebesar Rp75 miliar, asset sale bank Sumut Rp51,5 miliar.

Selanjutnya ada angsuran kredit sampai akhir tahun 2020 sebesar Rp99 miliar, fresh Find dari right issue yang diperkirakan mencapai Rp449 miliar, program marketing berkelanjutan, pemindahan RKUD Pempov Banten dan terakhir Term Lian Facility dengan Bank Kalteng sebesar Rp200 miliar.

Sementara itu action plan dari jangka menengah berupa pemindahan RKUD kabupaten/kota se-Banten terkait pemberlakuan SIPD dari Kemendagri, money market line dan penerbitan negolible certificate of defisit (NCD) sesuai dengan PBI yang berlaku efektif sampai bulan Juli 2020.

Dan terkait permasalahan kebutuhan permodalan jangka menengah, berdasarkan POJK 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi Bank umum, bank wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3 triliun paling lambat tanggal 31 Desember 2020.

Sehubungan dengan hal itu, dalam pemenuhan modal jangka menengah diusulkan pembentukan Perda induk penyembahan modal Pemprov sebesar Rp1,5 triliun untuk PUT selanjutnya, serta bantuan gubernur untuk kabupaten/kota yang dikonversi menjadi modal. (Al/Red)