Serang – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten bersikukuh jika dokumen pendapat hukum tidak dapat diberikan kepada publik, lantaran pendapat hukum terkait sebidang tanah di wilayah Tangerang tersebut masih dalam perkara di pengadilan dan belum incraht. Hal itu terungkap dalam sidang Ajudikasi yang digelar di Komisi Informasi Provinsi Banten, Kamis (2/7).
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Banten Ivan Hebron Siahaan mengatakan pengajuan informasi yang dimohonkan Suhendar dan Yusman Nur kepada Kejati Banten pada September 2019 lalu, tidak dapat diberikan sepenuhnya. Sebab, dokumen atau pendapat hukum itu tidak dapat diberikan karena masih dalam proses pengadilan.
“Informasi yang dimintakan untuk kepentingan klien nya yang sedang menjalani proses perkara perdata di PN dan Informasi yang dimintakan oleh pemohon masih dijadikan dasar dalam proses pembuktian perkara perdata yang sedang berjalan di Pengadilan,” kata Ivan kepada Majelis Hakim KIP Banten yang diketuai Hilman disaksikan pemohon Sehendar.
Ivan mengungkapkan dokumen tersebut merupakan dokumen rahasia, sehingga tidak dapat diberikan kepada sembarang orang. Kejati Banten juga memiliki pertimbangan hukum, sehingga dokumen itu tidak bisa diberikan.
“Dalam Undang-Undang keterbukaan informasi publik dengan jelas disebutkan bahwa ada kewajiban bagi pemohon informasi untuk menjelaskan maksud dan tujuan yang diminta, apa guna dan manfaatnya sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Bukan untuk kepentingan klien dalam menghadapi perkara perdata yang sedang berjalan,” ungkapnya.
Sementara itu, Suhendar melalui kuasa hukumya Yusman mempertanyakan isi surat pendapat hukum Kejati Banten, sehingga permohonan pembuatan sertifikat hak milik (SHM) ke BPN Kabupaten Tangerang ditolak.
“Surat Kantah (Kepala Kantor Pertanahan) dikirim ke kita, di dalamnya diterangkan surat Kejati terlampir. Tapi nggak ada suratnya, sehigga kita tidak mengetahui isi suratnya apa. Kok sakti betul,” katanya.
Diketahui sebelumnya, sengketa informasi itu bermula, saat Suhendar dan Yusman Nur mengajukan pembuatan sertifikat hak milik (SHM) ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang. Namun BPN tidak bisa mengeluarkan SHM tersebut karena tanah tersebut bermasalah.
Merasa, kehilangan hak layanan pembuatan sertifikat di BPN Kabupaten Tangerang, Suhendar dan Yusman Nur melaporkannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam putusannya, PTUN dimenangkan oleh Suhendar dan Yusman Nur. BPN diminta untuk memproses pembuatan SHM tersebut.
Meski sudah dinyatakan menang, BPN tetap tidak memproses pembuatan SHM, dengan alasan terganjal pendapat hukum dari Kejati Banten. Menindaklanjuti hal itu, Suhendar dan Yusman Nur mengajukan permohonan informasi ke Kejati Banten
Sebagai badan publik, Kejati Banten memberikan informasi yang diminta Suhendar dan Yusman Nur. Namun untuk pendapat hukum, Kejati Banten tidak memberikannya, karena bukan informasi publik. Apalagi, tanah yang akan dibuatkan SHM itu masih dalam perkara hukum perdata dengan nomor register 852/PDT.G/2019/PN.TNG.
Atas persoalan itu, Suhendar dan Yusman Nur melaporkan Kejati Banten ke KI Banten, dengan nomor register sengketa 107/XII/KIBANTEN-PS/2019 yang dimohonkan Suhendar.(Anwar/Teguh)