KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Pembentukan BUMD PT Agrobisnis Banten Mandiri dinilai terlalu tergesa-gesa. Bahkan banyak kepentingan kekuasaan yang ikut bermain di dalamnya, sehingga DPRD sebagai legislator tidak diberikan ruang dalam tugas pengawasannya. Padahal pengawasan dari legislative itu penting agar semua kebijakan sesuai dengan relnya. Dan yang terpenting eksekutif tidak berjalan sendiri.
Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPRD Banten Ade Hidayat atau yang lebih akrab disapa AHI. Menurut AHI, eksekutif mestinya berkaca terhadap nasib BUMD yang sudah ada yang sekarang kondisinya sedang sekarat. Padahal sudah ratusan miliar uang masyarakat dikucurkan, tapi sampai sekarang keberadaannya belum mampu memberikan manfaat positif kepada masyarakat, yang ada justru membebani APBD Banten.
“Pembentukan BUMD ini menggunakan uang masyarakat. Sudah menjadi kewajiban Pemprov untuk melibatkan masyarakat yang diwakilkan kepada kami yang duduk di DPRD. Oleh karena itu kami meminta kepada eksekutif agar jujur dan terbuka seluruhnya kepada kami dalam hal rencana dan pengelolaan BUMD ini. Jangan sampai nasib BUMD yang baru ini sama seperti BUMD sebelumnya,” tegasnya, Jumat (20/12/2019).
Ketua DPD Partai Gerindra Lebak ini mengaku jika dewan dibuat tidak tahu apa-apa tentang BUMD ini, maka nasibnya akan sama seperti BUMD sebelumnya. Oleh karena itu ia menekankan kepada Pemprov agar berhati-hati dalam memilih SDM yang akan mengisi. jika tidak maka BUMD ini hanya akan menjadi pemuas kekuasaan belaka, karena akan diisi oleh orang-orang yang tergabung dalam satu lingkaran dan mengesampingkan asas profesionalisme.
Selama ini, Pemprov maunya seakan dewan hanya memberikan uang dengan jumlah sekian kepada BUMD. Untuk alokasi penggunaannya terserah direksi. Tidak perlu juga adanya pengawasan.
“Jika mentalnya masih seperti ini, saya yakin BUMD yang ada tidak akan berkembang baik. Bahkan saya menduga ada upaya yang disengajakan sampai saat ini direksi belum juga terisi. Ketakutan hilangnya kepentingan eksekutif,” ujarnya.
Sejumlah Fraksi di DPRD Banten sebelumnya mempertanyakan keseriusan Pemrov Banten dalam mendirikan BUMD ini yang terhitung tergesa-gesa sehingga beberapa melabrak beberapa prosedur tahapan yang semestinya dilalui, seperti Raperda tentang penyertaan modal yang belum disahkan, sementara jumlah penyertaan modalnya sudah dialokasikan dalam APBD 2020. Padahal sudah jelas tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa Perda dimaksud ditetgapkan sebelum persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD atas Rancangan Perda tentang APBD. Sehingga dimungkinkan penyertaan modal itu tidak bias digunakan.
Selain itu, sebagaimana amanah Perda Nomor 11 tahun 2019 tentang pendirian PT Agrobisnis Banten Mandiri dinyatakan bahwa setoran awal paling sedikit 25 persen atau sebesar Rp75 miliar dari modal dasar pembentukan sebesar Rp300 miliar. Tetapi dalam Perda APBD 2010, penyertaan modal yang dilakukan Pemprov Banten hanya Rp50 miliar. Hal ini tidak sesuai dengan pasar 78 ayar dua PP 12 tahun 2019 yang menyatakan bahwa Penyertaan modal Pemerintah Daerah tersebut dapat terlaksana apabila jumlah yang disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Perda mengenai penyertaan modal daerah bersagkutan. (Rey/Al)