KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten saat ini memiliki anggaran sekitar Rp18 miliar untuk menangani masa KLB Covid-19 di Provinsi Banten. Anggaran itu berasal dari Biaya Tak Terduga (BTT) sebesar Rp10 miliar dan Corporate Sosial Responsibility (CSR) sebesar Rp8 miliar.
Kepala Dinkes Provinsi Banten Ati Pramudji Astuti mengatakan akan mengalokasikan anggaran yang berasal dari BTT itu untuk pengadaan prasarana ruang isolasi Rumah Sakit (RS) rujukan, pengadaan SDM operasional ruang isolasi RS rujukan dan penyediaan epidemiologi (contact tracking).
Sementara dana dari CSR yang akan dialokasikan untuk pengadaan prasarana ruang isolasi RS rujukan dan pengadaan Alat Pelindung Diri (APD).
“Anggaran ini masih sangat kecil, mengingat kebutuhan yang dialokasikan sangat banyak,” ujar Ati usai Rapat Kordinasi Rakor bersama Komisi V DPRD Banten, Rabu (18/3/2020).
Pemprov sendiri mengalokasikan BTT dalam APBD 2020 ini sebesar Rp45 miliar. Dana itu kini hanya tersedia Rp13 miliar, karena sudah dipakai pada saat penanganan banjir bandang di Lebak awal tahun lalu.
Setelah diambil untuk penanganan KLB Covid-19 ini, dana yang tersedia hanya menyisakan sekitar Rp3 miliar saja. Dinkes sendiri sebagai leading sektor penanganan kasus ini, mengaku sangat kurang dengan anggaran yang tersedia. Hal itu mengingat seluruh kebutuhan untuk penanganan ini harganya melonjak tinggi serta sudah langka di pasaran.
“Seperti baju astronot, yang harganya cukup mahal dan hanya bisa sekali pakai, setelah itu langsung dibakar.
Artinya, kita membutuhkan barang ini dalam jumlah yang banyak. Katakanlah harga satuannya Rp400 ribu, jika dikalikan 100 saja, sudah berapa anggaran yang harus kita sediakan hanya untuk satu barang,” jelasnya.
Ati menambahkan, untuk kebutuhan alat saja, berdasarkan rincian kami sekitar Rp10 miliar dan kebutuhan SDM sebesar Rp800 juta. Belum lagi untuk penyediaan ruang isolasi yang tentunya memakan biaya yang lebih besar.
“Sementara ini ruang isolasi yang kami gunakan masih sangat terbatas. Di dua RS rujukan rekomendasi Kemenkes, hanya ada delapan ruang isolasi,” ucapnya.
Untuk itu, kami sedang mengajukan tambahan RS rujukan Covid-19 seperti RS Balaraja dengan total delapan ruang isolasi, RS Banten delapan ruang isolasi dan RS Cilegon satu ruang isolasi. Sehingga total menjadi 27 ruang isolasi.
“Berdasarkan prediksi dari pusat, masa KLB ini kurang lebih akan memakan waktu tiga bulan, artinya akan sampai akhir bulan Mei. Sedangkan untuk lonjakan pasien, diprediksi akan terjadi antara akhir bulan April sampai awal Mei, pada saat Ramadhan,” ujar Ati.
Ati menambahkan, meskipun kita semua tidak menginginkan terjadinya lonjakan itu, namun sebagai langkah antisipasi, pak Gubernur mengusulkan RSUD Banten, seluruh ruangannya akan dijadikan tempat khusus penanganan pasien Covid-19. Sementara pasien umum akan dipindahkan ke RS terdekat.
“Kami sudah melakukan kordinasi dengan stackholder terkait, dan mereka mendukung itu,” katanya.
Menanggapi hal tersebut Sekretaris DPKAD Provinsi Banten Dwi Sahara mengatakan, pihaknya sudah mencairkan permohonan bantuan dana yang bersumber dari BTT kepada Dinkes. Adapun jika masih mengalami kekurangan, dirinya siap membantu mencarikan solusi anggaran yang bisa digunakan.
“Secara finansial intinya kami sudah siap membatu apa saja yang dibutuhkan dalam masa penanganan KLB Covid-19 ini. Namun tentu dengan aturan dan mekanisme yang berlaku,” jelasnya.
Adapun untuk dana BTT yang terpakai sekitar Rp42 miliar, dengan rincian Rp10 miliar untuk penanganan KLB Covid-19 yang sudah dicairkan, Rp29,4 miliar untuk pembangunan dua jembatan Provinsi yang hanyut terbawa banjir bandang di Lebak, sedangkan sisanya untuk penanganan darurat bencana di Lebak. Sehingga yang tersisa sekitar Rp3 miliar.
“Jikapun nanti masa KLB ini diperpanjang, maka kami akan melakukan skema penggeseran anggaran,” tutupnya.
Sementara itu, berdasarkan data yang diterima, jumlah jumlah pasien yang positif Corona mencapai 10 orang, dan yang meninggal dua orang.
(Rey/Al)