SERANG, PILARBANTEN.COM – Wakil Bupati (Wabup) Serang Pandji Tirtayasa menekankan bahwa dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir tidak bisa dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes), tetapi seluruh OPD terkait dan seluruh elemen masyarakat. Hal itu disampaikan Pandji pada ”Evaluasi Program Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Kabupaten Serang di Aula Tb. Suwandi pada Senin, 6 Februari 2023.
”Namun harus bahu membahu saling bersinergi untuk membuat program bersama, dan bekerja bersama demi menyelamatkan ibu dan baru lahir di Kabupaten Serang,”ujar Pandji. Turut hadir pada evaluasi tersebut Staf Ahli Bupati Bidang SDM dan Kesra Rahmat Fitriadi, Kepala Dinkes Kabupaten Serang Agus Sukmayadi, perwakilan USAID MADANI, OPD terkait dan para Camat se Kabupaten Serang.
Pandji mengatakan angka kematian ibu dan bayi di Kabupaten Serang masih relatif tinggi dibandingkan kabupaten kota lain. Padahal Pemda sudah banyak melakukan program bagaimana menurunkan AKI dan AKB di Kabupaten Serang. ”Oleh karena itu saya berikan penekanan tadi bahwa bicara pembangunan derajat kesehatan AKI dan AKB adalah bagian dari pembangunan derajat kesehatan itu bukan bicara tentang masalah klinis semata. Pembangunan kesehatan bukan tugas Dinkes semata tapi pembangunan kesehatan menyangkut semua dinas lintas sektor, ibu ibu, ormas, PKK, organisasi keagamaan termasuk dindik itu semua harus terlibat dalam membangun derajat kesehatan,” ujarnya.
Pandji juga mengatakan, selama ini kesannya apabila bicara membangun kesehatan seolah olah hanya memperbanyak puskemas, dokter hingga meningkatkan anggaran pengadaan obat. Padahal kata dia bicara pembangunan kesehatan adalah terjadinya penurunan AKI dan AKB dengan meningkatkan angka harapan hidup. ”Makanya kalau membangun kesehatan akan bicara bagaimana masalah ekonomi, akses, sosial, perilaku dan budaya masyarakat,” ucapnya.
Pandji menjelaskan, penyebab masih tingginya AKI dan AKB di Kabupaten Serang karena terlambat penanganan dan ketidakpahaman. Kemudian juga terlalu cepat kawin, terlalu tua, dimana yang usianya sudah lewat masih melahirkan padahal itu masa masa kritis untuk melahirkan. ”Kurangnya pemahaman masyarakat juga terlambat ditangani, disamping juga bisa jadi rendahnya mutu layanan ibu dan anak. Mengapa dikhususkan karena ibu dan bayi kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap kematian. Itu prioritaskan,”tegasnya.
Sambung Pandji, pembangunan kesehatan adalah membangun derajat kesehatan agar orang tidak gampang sakit. Setiap tahun harus terjadi penurunan angka kesakitan. Misalnya tahun ini yang sakit 10 ribu, tahun depan naik 20 ribu dan tahun depan naik lagi 30 ribu itu artinya gagal membangun kesehatan. Seharusnya pembangunan kesehatan dikatakan berhasil apabila terjadi tren penurunan 2015 yang sakit 10 ribu, 2016 turun jadi 9 ribu, 2017 turun 8 ribu, 2019 jadi 7 ribu. Artinya berhasil dengan pendekatan lintas sektor.
Sedangkan di Kabupaten Serang trennya masih naik, hal itu terlihat dari puskesmas masih ditambah, anggaran obat ditambah pula. Artinya kesakitan naik di Kabupaten Serang. ”Kita belum berhasil karena masih ada pemahaman bicara pembangunan kesehatan itu tugas Dinkes itu yang keliru. Kalau Dinkes itu bicara menangani orang sakit, penanganan kesehatan itu ada empat preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Yang ada sekarang itu kuratif pelayanan kesehatan orang sakit diobati,” ucapnya.
Menurut Pandji yang paling utama harusnya preventif jangan sampai timbul kasus penyakit atau pencegahan. Oleh karena itu saat ini sudah balance atau seimbang antara anggaran pencegahan dengan kuratif. ”Dulu kuratif aja (fokus anggarannya), sekarang ada pembangunan rutilahu. Itu adalah bagian membangun kesehatan. Bagaimana membangun rumah layak huni dan memenuhi standar kesehatan, perbaikan sanitasi dan lingkungan, menyediakan air bersih, manajamen air kotor itu bagian membangun kesehatan. Itu bukan bagian Dinkes tapi dinas perkim, PU terlibat disitu,” ucapnya.
Berdasarkan data dinas kesehatan, angka kematian ibu pada tahun 2020 ada 64 kasus. Ibu tersebut meninggal saat melahirkan, atau sebulan setelah melahirkan. Tahun 2021 ada 77 kasus, 2022 ada 52 kasus. Trennya fluktuasi, jika dihilangkan sulit namun paling tidak ditekan agar berada pada angka normal.
Kemudian untuk kematian bayi tahun 2020 ada 260 bayi, baik meninggal saat dilahirkan atau seminggu bahkan sebulan setelah dilahirkan. Tahun 2021 menurun menjadi 209 kasus, 2022 turun kembali menjadi 202 kasus.(js)