KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Sejak tahun 2017, nomenklatur penganggaran di Komisi Informasi (KI) Banten sudah menggunakan Belanja Langsung yang Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)-nya menyatu dengan Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Persandian (Diskominfo SP) Provinsi Banten.
Berbeda pada tahun sebelumnya, sebagai lembaga mandiri, nomenklatur penganggaran KI bersumber dari Dana Hibah Provinsi Banten.
Diskominfo selaku Pelaksana Anggaran (PA) pada anggaran KI tahun 2020 ini melakukan efesiensi anggaran di beberapa satuan jenis belanja.
Kepala Bidang Aplikasi Informatika dan Komunikasi Publik Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Persandian (Diskominfo SP) Amal Herawan Budhi melalui pesan singkatnya mengatakan, pihaknya sudah mengubah anggaran untuk panitera yang sebelumnya OK menjadi OB dengan ukuran beban kerja yang jelas, serta efisiensi anggaran dari tahun sebelumnya yang cukup besar.
Ia juga memastikan kajian sudah dilakukan sebelum menjadi DPA, yakni ketika masih tahap RKA dan tahapan lainnya sebelum penetapan DPA.
“Semuanya sudah melalui tim asistensi program dan anggaran, dan dasar yang digunakan adalah aturan sesuai pedoman penyusunan anggaran (Domlak) serta aturan lainnya,” katanya.
Amal menambahkan, penetapan Pergub SSH KI itu juga sudah berdasarkan hasil masukan dari tim asistensi. Pergub penunjang itu juga sudah disahkan sebelum tahun anggaran berjalan.
“Pergub-nya juga sudah diselesaikan sebelum tahun anggaran berjalan dilaksanakan,” katanya.
Di akhir pesannya, Amal mengaku dirinya hanya bisa mencoba membangun silaturahmi di Banten, tapi dirinya terasa kesulitan karena semua telah bergeser maknanya di matanya.
“Saya sudah tidak tahu mana sahabat dan bukan di Banten ini. Yang terngiang hanya kalimat welcome to the jungle,” tuturnya.
Amal sendiri merupakan sekretaris exoficio di KI Banten yang merangkap menjadi Panitra. Dasar hukum jabatan tersebut adalah Pergub 14 tahun 2019 tentang Standar Satuan Harga (SSH) KI Banten, Panitra adalah sekretaris KI yang mengelola administrasi permohonan penyelesaian sengketa informasi, membantu mediator, membantu majlis komisioner di dalam persidangan, membuat berita acara persidangan dan menyusun hasil laporan persidangan.
Amal merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditugaskan di Dinas Kominfo Provinsi Banten, dengan gaji dan Tunjangan Kinerja (Tukin) yang rutin diterimanya dari negara.
Di KI Banten, sejak awal tahun 2020, Amal diduga mendapat honor tambahan dari jabatannya sebagai Panitra di KI. Honor tersebut ia terima setiap bulan sebesar Rp4 juta. Sementara untuk tahun anggaran sebelumnya, Amal tidak mengambil honornya di KI.
“Iya belia menerima. Karena itu sudah ada nomenklaturnya di DPA itu,” kata ketua Komisioner KI Banten Hilman.
Selain Panitra, Panitra pengganti juga diisi oleh pejabat ASN dari Kominfo dan diduga menerima honor sejak nomenklatur anggaran KI Banten menjadi belanja langsung pada tahun 2017 lalu.
Padahal, pengertian Panitra pengganti berdasarkan Pergub tersebut adalah pegawai di lingkungan KI yang ditunjuk oleh Panitra untuk bertanggungjawab membantu/menjalankan tugas-tugas Panitra.
Berdasarkan dokumen yang redaksi terima, ada lima ASN dan satu orang non ASN Diskominfo Provinsi Banten yang menerima honor dari KI Banten. Kelima ASN tersebut yakni Amal Herawan Budhi, Kusma Supriatna, Mansur, TB Bambang, Nana Mulyana dan Hujazi dari non ASN. Amal menjabat sebagai Panitra, yang berdasarkan DPA mendapat honor Rp4 juta perbulan, sedangkan yang lainnya sebagai Panitra pengganti dengan honor Rp3 juta perbulan.
Menanggapi hal tersebut pengamat hukum pidana Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (STISIP) Setia Budi Rangkasbitung, Kafurta Sutarga mengatakan, penerimaan honor pejabat ASN dari KI Banten tersebut merupakan bentuk gratifikasi, karena merupakan pendapatan tambahan di luar gaji dan tukin yang sudah diatur dalam undang-undang.
“Sebagai penyelenggara negara, anggota dewan tidak boleh menerima anggaran dari swasta atau lembaga manapun yang tidak sesuai dengan pendapatan yang seharusnya mereka dapatkan,” katanya.
Kafurta menambahkan, dalam gratifikasi, appapun pemberian baik dalam bentuk uang, barang ataupun hadiah di luar ketentuan pemasukan ASN itu masuk ke dalam kategori gratifikasi.
“Gratifikasi termasuk tindak pidana berdasarkan UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12, penerima gratifikasi diancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah,” ujarnya. (Rey/Al)