Serang, – Sidang kasus korupsi pengadaan lahan Samsat Malingping pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten senilai Rp4,6 miliar kembali digelar di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, Selasa, (7/9/2021).
Sidang digelar untuk terdakwa Samad mantan Kepala UPT Samsat Malingping.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Hosiana Mariana Sidabalok menghadirkan saksi Cici Suarsih pemilik lahan 1.700 meter persegi
di Jalan Raya Baru Simpang Beyeh, KM 03, Desa Malingping Selatan, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, dan Asep Saefudin pegawai honorer Samsat Malingping.
Dalam persidangan terungkap, Samad membeli sejumlah bidang tanah kepada warga dengan nilai Rp100 ribu kemudian menjual ke Pemprov Banten untuk pembangunan kantor UPT Samsat Malingping senilai Rp500 ribu.
Saksi Cici Suarsih mengatakan pada 2019 dirinya didatangi oleh Asep dan Adul, menanyakan soal tanah 1.700 meter yang akan dijualnya. Untuk satu meter dihargai Rp100 ribu.
“Pertama ditawar oleh bapaknya pak Asep (Adul) buat kebon, buat anak angkat abah di samsat H Samad,” kata Cici dihadapan majelis hakim.
Cici menambahkan, setelah itu pada Agustus 2019 dirinya diberi uang muka oleh terdakwa Samad sebesar Rp30 juta, sebagai tanda jadi penjualan tanah.
“Dikasih DP 30 juta, takut dijual ke orang lain dari tangan haji samad. Dibuat kuitansi, saya tanda tangan tali diambil lagi kuitansinya sama pak Samad,” tambahnya.
Lebih lanjut, Cici mengungkapkan berselang beberapa minggu kemudian, terdakwa Samad melakukan pelunasan yaitu sebesar Rp140 juta, dengan bukti kuitansi.
“Dari Samad, ada kuitansi lebih gede lagi. Tapi kuitansinya dibawa lagi sama Samad,” katanya.
Cici menambahkan setelah dilakukan pelunasan, pada bulan ketiga di 2020 dirinya mendapatkan panggilan oleh Samad untuk datang ke Samsat Malingping menemui Tim Apresial Feasibility Study (FS) dari Banpenda Banten. Disana dirinya diminta untuk berbohong oleh terdakwa Samad.
“Sekitar tahun 2020 dipanggil ke Samsat disuruh ngaku dijual ke Eius, disuruh Samad ngaku dijual tiga tahun lalu,” katanya.
Pada saat membeli lahan, terdakwa Samad mengaku bahwa tanah yang dibelinya tersebut untuk tempat menanam kebun pisang dan tidak mengakui untuk pembangunan lahan Samsat Malingping.
“Tahu untuk samsat pas tanggal 18 Maret 2020 dipanggil tim FS. Awalnya tahu buat kebun pisang,” katanya.
Sebelumnya, berdasarkan data yang dihimpun, kasus pengadaan lahan ini bermula, pada tahun 2019 Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 4,6 Milyar yang bersumber dari APBD Provinsi Banten Tahun 2019, untuk membeli lahan seluas 1 hektar, untuk pembangunan kantor Samsat Malingping.
Namun untuk realisasi pengadaan lahan, hanya sekitar 6.510 meter persegi dengan biaya sebesar Rp. 3,2 milyar. Dalam proses pengadaan lahan diduga terjadi penyiasatan oleh tersangka Samad yang juga sekaligus sebagai Sekretaris Tim Persiapan dan Tim Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
Dimana tersangka mengetahui hasil Feasibility Study (FS) Tahun 2018 dan dokumen perencanaan pengadaan lahan (DPPT) Tahun 2019 yang dikeluarkan pihak konsultan, untuk menentukan lokasi tanah yang akan digunakan untuk pembangunan kantor Samsat.
Kemudian, tersangka membeli lahan seluas 1.700 meter persegi di lokasi tersebut dengan harga Rp100 ribu dari seorang perempuan berinisial CH. Namun dalam Akta Jual Beli (AJB) dibuat bukan atas nama tersangka. Selanjutnya pada Nopember 2019 tanah dibeli oleh Pemerintah Provinsi Banten dengan harga Rp500 ribu per meter.(war)