KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) telah melantik tujuh pejabat eselon II pada tanggal 15 Oktober lalu. Dari pejabat tersebut, dua diantaranya adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud), Tabrani serta Asisten Daerah (Asda) I Septo Kalnadi.
Dua pejabat baru itu dianggap tidak memenuhi persyaratan administratif, lantaran sebelumnya telah mengikuti proses Seleksi Terbuka (Selter) atau lelang jabatan, ditambah satu diantaranya pernah disebut-sebut menerima puluhan juta rupiah dari setoran dana hibah KONI Kita Tangerang yang kasusnya sudah bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang.
Informasi dihimpun, Tabrani merupakan mantan pejabat di Pemkot Tangerang yang menduduki posisi sebagai Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) periode 2009- 2013. Selama menjabat Kadispora, Tabrani diduga ikut menikmati aliran uang haram dari Hibah Koni tiga tahun berturut-turut dari tahun 2010 sebesar Rp20 juta, tahun 2011 sebesar Rp25 juta serta tahun 2012 sebesar Rp25 juta.
Nama Tabrani sendiri baru muncul pada saat persidangan di Pengadilan Tipikor Serang, Senin tanggal 2 Desember tahun 2019 lalu oleh Majelis Hakim yang kala itu dipimpin M Ramdes. Meskipun namanya disebut oleh majelis hakim dan muncul di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Tabrani tetap mendapat kepercayaan dari WH.
“Penunjukan Pak Tabrani itukan kewenangannya Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Pak Gubernur Banten (WH). Kami sebagai Pansel (Panitia Seleksi) hanya meneruskan dan menjalankan apa yang sudah menjadi kebijakan beliau sebagaimana mestinya,” jelas Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Komarudin saat dihubungi melalui telpon genggamnya, Selasa (20/10/2020).
Adapun mengenai persoalan hukum Tabrani pada saat menjabat Kadispora Kota Tangerang dikatakan Komarudin, hal tersebut tidak sesuai substansial, namun yang jelas hingga sampai saat ini, Pemprov Banten belum menerima surat putusan resmi terkait status hukum bersangkutan.
“Itu kan hanya bahasa di media saja, sementara fakta hukumnya tidak ada, sehingga tidak bisa menjadi pertimbangan dalam memberikan keputusan. Kecuali, kasus itu sudah ada keputusan dari pengadilannya, baru bisa menjadi pertimbangan Pansel,” jelasnya.
Disinggung terkait soal status Riza Ahmad Kurniawan yang batal dilantik sebagai Kepala Biro Perekonomian pada tahun 2019, yang hampir sama dengan Tabrani, Komarudin berdalih kedua kasus itu tidak ada kesamaan, hanya seolah-olah mirip saja. “Karena tidak ada data yang membuktikan bahwa Pak Tabrani tersangkut kasus itu, kita hanya menyampaikan dokumen administratif saja kepada KASN, dan KASN sudah menganulir terkait penunjukan Pak Tabrani menjadi Kepala Dindikbud Banten. Dan jika ada yang beranggapan menilai sama (kasus Tabrani sama dengan Riza Ahmad Kurniawan), silahkan saja. Itu kan sah-sah saja,” terangnya.
Adapun masalah posisi Riza yang sampai saat ini digantung, Komarudin menganggap hal tersebut menjadi kewenangan WH selaku PPK. “Gubernur maunya seperti apa, ya itu hak beliau. Lagian untuk jabatan eselon II Biro Perekonomian, pada SOTK (Struktur Organisasi Tata Kerja) yang baru tidak ada,” imbuh Komarudin.
Untuk diketahui, Riza merupakan pejabat eselon III di Pemerintah Kabupaten Pandeglang, yang mengikuti proses Selter pada Biro Perekonomian Banten pada tahun 2019 lalu. Dari enam peserta yang mengikuti Selter, Riza menduduki urutan pertama dengan nilai akhir 84,50. Namun karena diduga tersangkut permasalahan hukum terkait Tunjangan Daerah (Tunda) pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang pada Perubahan Anggaran tahun 2011 sebesar RP1,3 miliar dari pagu awal Rp16 miliar menjadi Rp17,3 miliar. Baik Tabrani maupun Riza, keduanya sama-sama disebutkan dalam persidangan.
Sementara itu, terkait penunjukan Septo Kalnadi sebagai Asda I bidang Pemerintahan, pada Selter diungkapkan Komarudin, dianggap tidak memunculkan orang-orang yang memenuhi passing grade. Karena tidak ada yang memenuhi persyaratan. Selter atau lelang jabatan akhirnya tidak dilanjutkan dan tidak disampaikan kepada WH selaku PPK.
“Proses itu sudah diketahui oleh KASN. Jadi ketentuan, norma, standar kriteria itu sudah dipenuhi melalui KASN selaku pihak yang mengawasi Selter,” katanya.
Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (STISIP) Setia Budi Rangkasbitung, Kafurta Sutarga mengatakan, seseorang yang disebutkan dalam fakta persidangan namun tidak kunjung dipanggil itu tergantu urgensitas keterlibatannya. Menurutnya, jika hakim memungkinkan untuk melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak yang disebutkan, bisa saja dilakukan namun sebatas saksi terlebih dahulu.
“Kalau sudah disebutkan dalam BAP, biasanya hakim memanggil yang bersangkutan untuk dimintai keterangannya sebagai saksi, karena namanya sudah disebut. Kecuali mungkin ada dugaan permainan di belakangnya, bisa saja nama-nama yang disebutkan tidak kunjung dipanggil,”katanya.
Dalam Putusan Majelis Hakim Tipikor PN Serang pada perkara Korupsi Koni Kota Tangerang, sebagaimana tertuang pada halaman 124 putusan nomor 15/Pid.Sus-TPK/2019/PN. Srg dengan terdakwa Siti Nursiah selaku mantan Wakil Bendahara Koni Kota Tangerang yang menyebutkan, ada pengeluaran non budget lainnya yang sudah dilakukan dan menjadi kebiasaan sejak tahun 2010 adalah berupa setoran Koni kepada pihak tertentu, dengan perincian pada tahun 2010 sebesar Rp20 juta kepada Kepala Dispora Kota Tangerang dengan inisial TB, tahun 2011 dan 2012 masing-masing Rp25 juta kepada Kepala Dispora Kota Tangerang dengan inisial TB. Sedangkan pada tahun 2013 sebesar Rp25 juta kepada Kepala Dispora Kota Tangerang dengan inisial IR yang disampaikan melalui Tim Verifikasi.
Sementara itu pada tahun 2014, setoran juga mengalir kepada Kepala Dispora IR sebesar Rp25 juta disaksikan oleh WF, Plt Kepala Dispora Kota Tangerang inisial G sebesar Rp28 juta. Kemudian Asda 3 Pemkot Tangerang inisial T sebesar Rp75 juta yang ditujukan kepada pihak kejaksaan Kota Tangerang. Sedangkan pada tahun 2015, setoran disalurkan kepada Kepala Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disporparekraf) Kota Tangerang inisial Hj R melalui Rz sebesar Rp25 juta, Bagian Hukum Pemkot Tangerang sebesar Rp6 juta via transfer dan pihak Inspektorat Pemkot Tangerang sebesar Rp5 juta melalui inisial M. (Al/Red)