Serang, – Pandemik virus corona atau COVID-19 turut memberi dampak terhadap dunia kesenian dan kebudayaan. Berbagai kegiatan kesenian yang melibatkan terpaksa dibatalkan karena pembatasan rangka mengantisipasi penularan virus corona.
Ditengah situasi tersebut para seniman diberbagai daerah di Indonesia tak terkecuali Provinsi Banten harus bertahan di tengah wabah ini.
1. Banting setir berjualan cilok untuk bertahan hidup
Seperti yang dirasakan oleh salah satu seniman di Banten Purwo Rubiono, dia terpaksa harus membanting setir berjualan cilok untuk bisa bertahan hidup dan menafkahi keluarganya. Hal itu dilakukan pria yang kerap disapa Cak Wo itu lantaran kegiatan pamentasan musik yang ia geluti harus terhenti akibat pandemik COVID-19.
Disampaikan Cak Wo persoalan seniman sejak dahulu sebelum pandemik atau sekarang masih pada kesejahteraan. Pandemi COVID-19 menambah berat lantaran karya seni yang biasanya disuguhkan ke publik, tetapi masyarakat tidak bisa berkumpul untuk menikmati karya tersebut.
“Saya berjualan cilok karena tidak ada bentuk perhatian dari pemerintah khususnya Pemprov Banten,” kata mantan Ketua Komite Musik Dewan Kesenian Banten (DKB) tersebut saat dikonfirmasi, Jumat (11/9/2020).
2. Tidak ada perhatian pemerintah terhadap seniman
Terpisah, aktivis seni dari Kubah Budaya Wahyu Arya menyayangkan tidak adanya perhatian pemerintah khususnya pemerintah daerah terhadap pekerja-pekerja seni. Bahkan sudah hampir tujuh bulan pandemik COVID-19 berlangsung tidak ada solusi kongkrit yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Pemerintah dinilai abai bahkan meng-anak tirikan para pekerja seni jangankan untuk memberi bantuan, program recovery ekonomi disektor industri kesenian pun tidak ada,” katanya.
3. Pamentasan secara virtual tidak efektif di Banten
Jika pamentasan digelar secara virtual, menurutnya, pun itu tidak terlalu efektif karena ongkos produksi tidak bisa tertutup lantaran masyarakat khususnya di Banten masih belum terbiasa menyaksikan pamentasan secara virtual dengan penggunaan tiket belum terbiasa.
Karya dari para seniman tidak bisa terjual membuat urusan domestik menjadi terdampak. Sementara, sokongan ekonomi tidak tersedia dengan baik sehingga hampir seluruh ekonomi seniman menjadi terdampak termasuk keluarga. Sayangnya kata dia, setelah karya diapresiasi atau dinikmati masyarakat, senimannya terlupakan.
“Di kita kan tidak sama dengan di Jawa Tengah dengan apa yang dilakukan oleh Ganjar dia mengundang seniman untuk tampil di rumah dinas dan masyarakat cukup menyaksikan di rumah,” katanya.(Anwar/Teguh)