Serang,- Lia Susanti selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) didakwa melalukan manipulasi data harga satuan dalam penyusunan rencana anggaran belanja (RAB) dana belanja tidak terduga aggaran 2020 pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten terkait pengadaan masker jenis KN95 untuk tenaga kesehatan saat pandemik COVID-19.
Terdakwa bekerja sama dengan pihak penyedia yakni Wahyudin Firdaus selaku Direktur PT Right Asia Medika (PT RAM) dan rekannya Agus Suryadinata untuk mark up pengadaan 15 ribu masker senilai Rp 3,3 miliar. Lia didakwa melakukan korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-undang Tipikor.
Dalam dakwaan yang dibacakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten di Pengadilan Tipikor Serang mengatakan, Lia menaikan harga satuan masker anggaran pengadaan masker KN95 dari harga satuan Rp70 ribu per buah menjadi Rp220 ribu per buah dalam RAB melalui dana bantuan tak terduga (BTT) pada 26 Maret 2020.
“Terdakwa memberikan persetujuan atas harga penawaran pengadaan masker dari PT RAM tanpa bukti kewajaran harga berupa dokumen yang menjelaskan struktur harga penawaran yang relevan,”kata JPU Herlambang di PN Tipikor Serang, Rabu (28/7/2021).
Dalam sidang dakwaan kasus korupsi pengadaan masker KN95, Kadinkes Banten Ati Pramudji Hastuti disebut menyetujui dan menandatangai dokumen penggunaan dana BTT ke Gubernur Banten Wahidin Halim salah satunya pengadaan masker yang harganya sudah dimanipulasi Lia selaku bawahannya.
“Pada tanggal 26 Maret 2020 Dinkes mengajukan dana bantuan BTT tahap II kepada gubernur dengan dilampiri RAB untuk penanganan COVID-19 sebear Rp115 miliar,” katanya.
Kemudian terdakwa Lia selaku PPK menunjuk dan menerbitkan surat perintah kerja (SPK) sebagai penyedia jasa pengadaan masker KN95 kepada PT RAM. Padahal, perusahaan tersebut tidak memiliki kualifilasi sebagai penyedia masker karena bukan perusahaan pemegang sertifikat distribusi alat kesehatan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“PT RAM bukan penyedia barang yang pernah pekerjaan sejenis dan bukan penyedia e-katalog,” katanya.
JPU menyampaikan, bahwa dari hasil audit BPKP ditemukan kerugian negara senilai RP 1,6 miliar. Terdakwa Wahyudin sendiri memperkaya diri sendiri senilai Rp 200 juta sebagai komitmen fee sementara Agus yang menggunakan perusahaan PT RAM menerima Rp 1,4 miliar.(war)