KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Ombusman Banten akan menfokuskan penanganan terhadap maraknya kasus investasi perumahan subsidi yang mengatasnamakan syariah namun bodong. Pelabelan ini dinilai menjadi senjata bagi para developer untuk menarik minat masyarakat.
Pada kurun waktu 2019, banyak laporan yang masuk ke Ombusman terkait maraknya penjualan rumah bodong oleh developer dan lembaga keuangan palsu. Para developer dan lembaga keuangan palsu ini memakai nama-nama berbau islam dan menyatakan penjualan perumahan mereka berkonsep Syari.
”Mereka membuat rumah contoh, memberi nama jalan dengan nama islami, dan melakukan transaksi tanpa perbankan dengan meminta uang muka dan cicilan pembayaran rumah langsung kepada mereka dengan alasan menghindari riba,” ujar Plt Ombusman Banten Teguh P Nugroho di kantornya, Ciracas, Kota Serang, Rabu (11/12/2019).
Menurut Teguh, untuk lembaga seperti ini, ada kekosongan hukum dan kekosongan pengawasan dari pemerintah. Karena mereka bukan developer dan bukan juga lembaga keuangan yang diawasi PUPR atau OJK. Oleh karena itu saya menghimbau masyarakat untuk tidak tergiur dengan konsep perumahan syariah yang tidak jelas.
“Ke depan saya akan mendorong OJK agar memberikan pengetatan pengawasan terhadap perbankan yang akan melakukan kerjasama dengan pilah developer, agar tidak terjadi lagi kasus seperti ini,” katanya.
Selain itu, beberapa kasus yang menonjol di wilayah Ombudsman Banten dan akan menjadi perhatian lembaga pengawas publik ini di tahun yang akan datang terkait kasus-kasus tidak diberikannya sertifikat kepada para nasabah BTN ketika mereka melunasi kredit KPR-nya.
“Kasus ini selaras dengan pernyataan kepala kantor wilayah II BTN Dewi Fitria Ningrum yang mengatakan bahwa ada sekira 16 ribu permasalahan sertifikat yang belum diselesaikan dan akan menjadi tunggakan,” kata Teguh. Berdasarkan laporan yang masuk ke Ombudsman dan jawaban dari pihak BTN, Ombudsman menenggarai ada dugaan mal adminitrasi kelalaian pihak BTN dalam memeriksa agunan KPR yang diajukan ke mereka.
BTN berkilah bahwa masalah belum diberikannya sertifikat oleh BTN kepada nasabah setelah mereka melunasi KPR-nya bukan ranah mereka tapi ranah developer dengan pembelinya.
“Padahal sebagai pemberi kredit BTN harusnya memastikan bahwa semua agunana yang diajukan kepada mereka harus clean and clear ketika mereka menyetujui,” paparnya.
Untuk itu, Teguh menghimbau kepada masyarakat ketika melakukan transaksi KPR dengan bank manapun, namun lebih khusus lagi dengan BTN, untuk memastikan bahwa agunan mereka baik berupa sertifikat hak milik maupun HGB telah dipecah dari sertifikat induk developer.
“Jangan tergiur dengan bantuan bank yang menyatakan masalah sertifikat nanti menyusul dan dibantu penyelesaiannya. Jangan seperti yang terjadi sekarang, ketika sertifikat tersebut tidak diberikan oleh bank pemberi KPR, nasabah diharuskan berjuang sendiri untuk mendapatkan sertifikatnya,” ujarnya. (Rey/Al)