Pendirian BUMD Agrobisnis Banten Mandiri Dinilai Catat Hukum

oleh -93 Dilihat
oleh

KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Sejumlah fraksi di DPRD Banten memberikan catatan merah terhadap raperda penyertaan modal BUMD Agrobisnis Banten Mandiri. Sejumlah fraksi melihat pendirian BUMD ini catat hukum dan dinilai terlalu terburu-buru.
Hal tersebut disampaikan dalam rapat paripurna pemandangan umum fraksi terhadap nota pengantar Gubernur mengenai Raperda usul Gubernur tentang penyertaan modal daerah kedalam Perseroan Terbatas Agrobisnis Banten Mandiri (Perseroda) di gedung DPRD Banten, Curug, Kota Serang, Selasa (10/12/2019).
Politisi Partai Gerindra Encop Sofiyah melihat, pendirian BUMD ini tidak tertib sebagaimana mekanisme yang berlaku, hal itu terlihat dari proses penyertaan modal yang sudah ditentukan nominalnya sebelum BUMD ini mendapat persetujuan dari DPRD Banten.
Hal ini tentu tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun, mengingat sesuai dengan mekanisme yang berlaku seharusnya persetujuan terlebih dahulu baru kemudian memberikan penyertaan modal.
“Kab/Kota juga dinilai belum dilibatkan dalam pembentukan BUMD ini. Padahal dalam kinerjanya nanti, mereka ini akan terlibat langsung dan mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan usaha,” kata Encop.
Hal lain disorot Politisi PDIP Anita Indrawati. Anita menyoroti hasil konsultasi DPRD Banten dengan Kemendagri yang dilakukan beberapa waktu lalu berkenaan dengan penyertaan modal kepada PT Agrobisnis dalam APBD 2020.
Secara tertulis Kemendagri memberikan pertimbangan bahwa Pemprov dapat melakukan penyertaan modal kepada BUMD dan dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Perda mengenai penyertaan modal daerah yang bersangkutan untuk selanjutnya Perda tersebut ditetapkan sebelum persetujuan antara Gubernur dengan DPRD yang dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Hal itu kemudian diperkuat dengan pasal 78 Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah,” ujarnya.
Namun yang terjadi Raperda penyertaan modal BUMD ini baru akan dibahas, sedangkan jumlah penyertaan modalnya sudah ditetapkan dalam APBD 2020. Padahal jika mengacu pada PP 78 di atas Perda penyertaan modal itu sudah ditetapkan sebelum penetapan penyertaan modal dalam APBD 2020.
“Pada intinya kami sangat mendukung jika pembentukan BUMD ini untuk kesejahteraan masyarakat. Namun yang menjadi kehawatiran penyertaan modal ini tidak bisa dipakai nantinya karena berbenturan dengan peraturan perundang-undangan,” katanya.
Hal yang sama juga dikatakan Ahmad Farisi dari fraksi PAN. Ia berharap keberadaan BUMD ini mampu memberikan nilai tambah kepada masyarakat Banten. Hal tersebut baru bisa dikatakan sesuai dengan tujuan dibentuknya BUMD, bukan justru hanya memanfaatkan peluang untuk mengambil keuntungan agar mampu memberikan nilai tambah bagi pendapatan daerah, tetapi juga peran pentingnya yakni membantu meningkatkan ekonomi masyarakat. “Jangan sampai malah yang terjadi adalah perebutan lahan usaha dengan petani, apalagi sampai mengambil alih usaha petani,” katanya.
Farisi menambahkan, kami tentu ingin mengetahui lebih jelas tentang bisnis plan yang akan dilakukan, termasuk juga rencana penggunaan penyertaan modal. Kami tidak ingin BUMD ini bernasib sama seperti BUMD lainnya di Banten yang justru keberadaannya malah menjadi beban APBD.
“Padahal jika diakumulasi mungkin sudah menyentuh angka satu triliun bahkan mungkin lebih investasi yang sudah digelontorkan Pemprov Banten untuk BGD,” tutupnya.
Jumlah modal yang dibutuhkan BUMD ini sebesar Rp300 miliar. Sebagai pemilik saham mayoritas, Pemprov Banten wajib memberikan penyertaan modal 51 persen, atau sekitar Rp153 miliar. Dalam Perda penyertaan modal itu, Pemprov Banten juga diwajibkan memberikan penyertaan modal awal sekurang-kurangnya 25 persen atau sekitar Rp75 miliar. Namun Pemprov hanya mampu mengalokasikan sebesar Rp50 miliar. (Rey/Al)