Serang, – Institute For Development of Economic and Finance (Indef) menilai pemerintah daerah yang belum siap seperti Pemerintah Provinsi Banten harus berpikir ulang untuk memiliki bank sendiri.
“Jika gagal bayar tentu saja yang dirugikan itu Pemprov atau Pemda itu sendiri,” kata ekonomi dari Indef Nailul Huda saat dikonfirmasi, Kamis (11/6).
Nailul menyampaikan, kasus likuiditas yang dialami Bank Banten sudah terjadi sejak lama. Bahkan, pada bulan April 2020 sudah terindikasi dana yang berada di Bank Banten seret. Hal ini diakibatkan ketergantungan Bank Banten terhadap dana dari Pemprov Banten.
Imbas ketergantuang tersebut, kata Nailul, ketika Pemprov Banten mengalami penurunan penerimaan pajak dan dana transfer daerah, maka Pemprov Banten harus mengambil uang mereka di Bank Banten.
“Nah Bank Banten sendiri tidak siap.Di sisi lain, Pemprov Banten juga perlu dana likuid untuk penanganan corona, bantuan sosial terkait corona dan sebagainya maka jadi mereka mau tidak mau memang harus memindahkan dananya ke Bank yang lebih sehat,” katanya.
Kemudian, keputusan Pemrov untuk merger Bank Banten dengan Bank Jabar Banten (BJB) dinilai sudah tepat untuk menanggulangi gagal bayar Bank Banten. Terlebih, BJB sendiri juga sebagian kecil sahamnya dimiliki oleh Pemprov Banten.
“Merger ini akan memperbaiki kinerja perusahaan secara umum yaitu lebih efisien,” katanya.
Meskipun adanya upaya dari dari DPRD Banten untuk mempertahankan Bank Banten dengan mengusulkan Pemprov Banten untuk memakai dana yang mengendap senilai Rp1,9 triliun digunakan modal Bank Banten, ia menilai bank milik Pemprov Banten tersebut tetap akan mengalami kesulitan di masa depan karena tidak mampu mengembangkan usahanya.
“Apa urgensinya mempertahankan Bank Banten yang sudah gagal selama beberapa tahun terakhir. Maka dari itu, jika memang sudah tidak menguntungkan buat apalagi dipertahankan cuman demi gengsi daerah,” katanya.(Anwar/Teguh).