KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Dalam kondisinya yang sedang sekarat, Bank Banten membutuhkan suntikan dana penyertaan modal untuk menyehatkan kembali perusahaan plat merah itu. Namun Pemprov Banten selaku komisaris dan juga pemegang saham mayoritas mengacuhkan permintaan penyertaan modal itu, dengan alasan menunggu rekomendasi atau legal opinion dari OJK dan KPK.
Namun pernyataan itu sepertinya hanya buah bibir saja. Pasalnya, ketika diajak berunding bersama OJK, DPRD Banten dan juga Kejaksaan Agung (Kejagung), pada Kamis lalu (12/12/2019), Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) malah memilih absen dan tidak ada perwakilan yang datang. Hal itu sangat bertolak belakang dengan sikap Pemprov selama ini dalam upaya menyehatkan kembali Bank Banten.
“Sepertinya Pemprov tidak punya i’tikad baik atau politikal will untuk menyehatkan kembali Bank Banten. Padahal itu waktu sudah masuk injury times dan sangat tepat untuk mengambil keputusan,” sesal Ketua Komisi III DPRD Banten Gembong R Sumedi saat dihubungi, Rabu (18/12/2019).
Dewan pun kini mempertanyakan ketidakhadiran Pemprov. Padahal Pemprov sendiri yang membutuhkan legal opinion itu sebelum menggelontorkan penyertaan modal kepada Bank Banten.
“Yang berhak memberikan legal oponion itu Kejagung, bukan OJK atau KPK. KPK sendiri pernah menyampaikan urusan hukum legal opinion ini bukan menjadi urusannya. Jadi salah jika Gubernur meminta rekomendasi dari KPK,” katanya.
Karena Gubernur tidak hadir, maka keputusan penyertaan modal ini tidak bisa dilakukan, apalagi sekarang sudah melewati batas waktu peggunaan anggaran 2019. Karena meskpun Kejagung sudah ingin membantu menyehatkan Bank Banten, namun tidak bisa dilanjutkan karena Gubernurnya acuh. Semuanya bermuara pada politikal will Gubernur Banten.
Terkait pernyataan Sekda Banten Almukhtabar yang mengatakan bahwa masih banyak waktu untuk menyehatkan Bank Banten, Gembong menilai itu merupakan hak eksekutif untuk mempunyai pandangan sendiri terhadap kondisi Bank Banten saat ini. Yang jelas menurut versi kami di komisi III, Bank Banten ini kondisinya sudah sekarat dan harus segera diselamatkan, jika tidak akan mengalami failed dan Pemprov Banten selaku Komisaris harus bertanggungjawab terhadap semua kerugiannya.
“Yang lebih tahu perhitungan rincian kerugiannya Bank Banten, tapi perhitungan kasar saya kurang lebih sekitar Rp200 miliar dana masyarakat, itu belum termasuk uang gaji dan PHK karyawan,” ujarnya.
Jika saja Gubernur pada saat itu datang, Lanjut politikus PKS ini, kemungkinan besar legal opinion itu bisa diterbitkan dan Gubernur bisa menggelontorkan sisa penyertaan modalnya, sekitar Rp350 miliar, ke Bank Banten tanpa ada kekhawatiran dan hambatan yang selama ini mengganjal.
Bank Banten sendiri sebelumnya akan menyanggupi melakukan right issue atau penyertaan modal dari masyarakat jika sisa penyertaan modal dari Pemprov bisa didapat semua. Namun sepertinya hal itu tidak diamini oleh Pemprov, mengingat opsi itu tidak akan menyelesaikan masalah sesuangguhnya dan dianggap tidak mampu bertahan lama.
Oleh karena itu Pemprov sepertinnya ingin memberikan solusi yang benar-benar kongkrit dan tuntas, yakni menggandeng investor yang siap menggelontorkan dananya untuk menyehatkan Bank Banten.
Sampai saat ini investor yang tertarik melirik untuk menyehatkan Bank Banten hanya Chairul Tanjung, bos CT Corp dengan tawaran pembelian Rp1/lembar sahamnya. Itupun dengan berbagai persyaratan. Sebelumnya penawaran itu juga sempat datang dari Bank BRI, namun kemudian ia enggan melanjutkan niatannya itu. Sekarang direksi bank BRI baru, mungkin saja tertarik untuk menjadi investor Bank Banten.
“Peluang diakuisi oleh CT Corp itu sangat besar, karena tidak ada jalan lain. Posisinya mundur kena, maju juga kena. Tapi kita harus bisa melihat dari sisi manfaat dan mudhorotnya,” tutupnya. (Rey/Al)