Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Secara administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur dan selatan Kabupaten Semarang di lereng sebelah utara, Provinsi Jawa Tengah.
Gunung Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pam(a)rihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, “merbabu” berasal dari gabungan kata “meru” (gunung) dan “abu” (abu). Nama ini baru muncul pada catatan-catatan Belanda.
Dikutip dari berbagai sumber, Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1779. Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut.
Saat ini Merbabu menjadi Taman Nasional Gunung Merbabu memiliki aksesibilitas yang cukup tinggi. Seluruh kawasan Taman Nasional berbatasan langsung dengan tanah milik masyarakat. Hal ini menjadikan akses ke dalam kawasan sangat mudah.
Hal ini juga didukung oleh keberadaan daerah enclave didalam kawasan TNGMb yang cukup luas yaitu di Desa Batur, Desa Kopeng dan Desa Tajuk di Kecamatan Getasan seluas ±283,51 hektar. Sedangkan di Kabupaten Magelang terdapat daerah enclave dengan luasan yang tidak terlalu besar meliputi Desa Kenalan, Desa Kaponan, Desa Ketundan dan Desa Pogalan Kecamatan Pakis ± 24,01 hektar serta Desa Genikan di Kecamatan Ngablak seluas ± 0.63 hektar. Enclave area berupa pemukiman dan lahan milik masyarakat yang dijadikan lahan pertanian, terutama untuk tanaman musiman.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya aksesibilitas di kawasan TNGMb adalah bentuk kawasan yang tidak kompak, menjari dan terfragmentasi oleh jalan propinsi yang membelah kawasan. Kondisi ini dapat ditemukan di sisi barat kawasan (Kabupaten Magelang).
Akses masuk kawasan yang sangat mudah menjadi salah satu pertimbangan yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengelolaan kawasan TNGMb. Akses masuk menuju ke batas kawasan TNGMb rata-rata berupa jalan aspal, jalan makadam, dan jalan beton. Sedangkan untuk masuk ke kawasan berupa jalan setapak melalui jalur pendakian dan akses masyarakat ke zona tradisional. (teguh)