Serang, – Para nelayan di wilayah Teluk Banten yang meliputi Kecamatan Karangantu dan sekitarnya tak menghiraukan kondisi cuaca yang belakangan mulai ekstrim.
Mereka tetap melakukan aktivitasnya melaut seperi biasa, meskipun kondisi ombak, angin, hujan serta badai cukup lumayan tinggi di penghujung akhir tahun 2021 ini.
Antarsono (70) seorang nelayan di Karangantu mengaku sudah tidak heran lagi dengan kondisi cuaca ekstrim yang belakangan terjadi, mengingat hal itu merupakan siklus tahunan yang rutin terjadi.
“Udah rutin pak cuaca kaya gini mah, setiap tahun pasti terjadi,” katanya, Jumat (10/12/2021).
Arsono yang sudah sejak kecil melaut ini memprediksi kondisi cuaca aktrim seperti ini akan terjadi sampai bulan ketiga atau Maret, dan mulai normal lagi sekitar bulan April.
“Ini dari bulan sebelah atau November kemarin sudah ekstrim begini,” ujarnya.
Kendati demikian, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Arsono bersama nelayan lainnya tetap memaksakan pergi melaut, meskipun dihadapkan pada kondisi cuaca yang tidak menentu.
“Kalau lagi cuaca kaya gini mah biasanya bisa mencapai tiga hari, padahal biasanya hanya sehari semalam,” ucapnya.
Hal ini, lanjutnya, otomatis berdampak juga pada biaya operasional nelayan yang membengkak, dari mulai kebutuhan solar, logistik sampai rokok.
“Kalau untuk banyaknya biasanya ada perhitungan perkiraan, kalau untuk banyaknya tidak menentu,” katanya.
Namun sayangnya, meskipun waktu mencari ikan di laut semakin lama, kepastian mendapat ikan itu belum tentu. Sehingga hal ini tidak segaris lurus dengan pengeluaran.
“Kadang pengeluaran lebih banyak dari pada pendapatan,” pungkasnya.
Dalam waktu normal, Arsono menambahkan, ia bersama nelayan lainnya dalam satu perahu bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp4 juta dalam sekali jalan.
Jumlah itu tidak masuk sepenuhnya kepada dirinya, tetapi disetorkan kepada bos selalu pemilik kapal. Setelah disetorkan baru kemudian dirinya mendapat bagian.
“Paling dapet Rp300 sampai Rp500 ribu kalau lagi dapet banyak. Tapi kalau lagi susah kaya gini mah paling Rp50 ribu,” jelasnya.
Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari keluarganya, Arsono, kadang meminjam atau menghutang dulu ke warung. Setelah nanti mendapat rizqi dari tangkapan ikannya, baru kemudian dibayar.
“Kalau untuk makan, ya seada-adanya aja. Meskipun kadang orang rumah protes,” katanya.
Adapun ikan yang biasa ia dapat di laut adalah Tongkol, Kunciran, Cumi, Kembung, Tengke, Belo, Anget Tengiri dan Kue. Tergantung jenis jaring yang dilepas ke laut.
“Kalau jaringanya tipis itu biasanya teri. Tapi kalau tebal bisa dapet ikan yang gede-gede,” katanya.
Atas hal itu Arsono berharap ada bantuan dari pemerintah di tengah kondisi kesusahan seperti ini. Karena diakui Arsono, selama ini ia dan nelayan lainnya tidak pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah.
“Mana ada bantuan pak. Dari dulu juga kita mah kaya gini-gini aja,” tutupnya.(loet)