Serang, PilarBanten.Com – Jajaran Polda Banten berhasil meringkus dua orang yaitu NS (53) dan ASW (40) yang mengoplos BBM Jenis Pertamax, yang dilakukan di SPBU 34-321-13 Ciceri Kota Serang.
Hal itu dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Didik Hariyanto saat lakukan Konferensi Pers di Polda Banten pada 30 April 2025.
Modus yang digunakan adalah mengganti pasokan resmi dari Pertamina dengan BBM dari sumber ilegal, lalu menjualnya ke konsumen dengan harga normal Pertamax.
Wadirrekrimsus Polda Banten AKBP Bronto Budiyono menjelaskan penangkapan tersebut karena ada laporan dari masyrakat, yang mengalami keruskan setelah mengisi BBM Di SPBU tersebut.
“Tim kami menyelediki, ternyata SPBU tersebut tidak mengambil BBM dari jalur distribusi resmi Pertamina, melainkan dari pihak lain. Mereka menjualnya sebagai Pertamax, padahal bukan,”ungkapnya
Setelah para pelaku selesai melakukan pencampuran dan saat dilakukan pengambilan sample terhadap BBM Pertamax, ternyata tidak dengan Pertamina Parta Niaga.
“BBM jenis pertamax dari pihak PERTAMINA PATRA NIAGA sebanyak 8.000 Liter/8 KL dengan tujuan untuk menyamakan warna seperti warna BBM jenis pertamax dari PERTAMINA PATRA NIAGA sehingga dapat dipasarkan/dijual kembali,” ujarnya
Bronto juga menjelaskan, keduanya memiliki peran yang berbeda, pelaku ASW yang berperan sebagai pembeli BBM dari olahan dari pihak lain. Sementara pelaku NS selaku Manager Operasional SPBU berperan sebagai orang yang mengetahui dan menyuruh melakukan pembelian BBM olahan dari pihak lain.
“Pelaku NS ini membeli BBM olaharan dari pihak lain, bukan dari bada usaha niaga migas. Sebanyak 16.000 liter dengan harga Rp. 10.200 per liter. Sedangkan pelaku NS yang kemudian mencampurkan ke tangki BBM Pertamax,” jelasnya
Modus ini dijalankan sejak April 2025. Barang bukti yang diamankan antara lain 28.434 liter BBM oplosan, empat kaleng sampel BBM yang disegel, satu laptop, dan empat unit telepon genggam. BBM disimpan sementara di SPBU bersangkutan, karena volumenya yang besar.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 54 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, junto Pasal 55 KUHP. Ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.(Ald/Red)