Serang,Pilarbanten.com – Polda Banten menetapkan sebanyak 14 orang tersangka dalam peristiwa demo rusuh penolakan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja di depan Kampus UIN SMH Banten pada Selasa (6/10/2020) lalu. Empat orang yang ditetapkan tersangka merupakan pelajar.
Empat orang tersangka demo yang masih dibawah umur kini sedang menjalani proses hukum di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten. Keempatnya tidak dilakukan penahanan namun wajib lapor karena masih usia anak dan ada jaminan dari orang tua untuk kooperatif selama proses hukum berjalan.
Menanggapi hal tersebut, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten mendorong agar pihak kepolisian untuk mengggali lebih dalam dan mengusut tuntas apakah ada pihak lain atau aktor intelektual yang sengaja melibatkan anak dalam unjuk rasa tersebut atau memang mereka ada di area unjuk rasa karena inisiatif pribadi sendiri.
Ketua LPA Banten Uut Lutfi mengatakan, hal ini penting untuk menentukan intervensi langkah langkah kedepannya. Apabila ada pihak yang sengaja melibatkan anak dalam kegiatan politik atau kepentingan tertentu, maka keempat anak tersebut sebagai korban dan harus diungkap siapa pihak yang melibatkan anak tersebut.
“Namun, apabila anak ini turut dalam aksi unjuk rasa karena inisiatif sendiri, maka perlu diketahui psikologis anak tersebut apakah ada persoalan/permasalahan pribadi anak yang sedang dialami dan bagaimana pola-pola pengasuhan dan lingkungan terhadap anak tersebut,” kata Uut saat dikonfirmasi, Rabu (14/10/2020).
Uut pun menyampaikan, pihaknya telah mendorong kepolisian untuk penyelesaian kasus yang melibatkan anak dibawah umur untuk mengedepankan pendekatan restoratif justice dan langkah-langkah upaya diversi sebagaimana yang diatur dalam UU nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Pradilan Pidana Anak (SPPA).
Saat ini LPA Banten telah berkoordinasi langsung dengan Unit PPA Polda Banten dan Seksi Perlindungan Khusus Anak DP3AKKB Banten.
“Tadi pun saya sudah berkoordinasi dengan pihak Balai Pemasyarakatan terkait bagaimana kondisi dan hasil Penelitian Masyarakat (Litmas) dari keempat anak tersebut karena hasil Litmas sangat menentukan nasib anak yang berhadapan dengan hukum kedepannya,”katanya.
Terkait ancaman pelajar yang mengikuti unjuk rasa akan kesulitan mencari kerja karena Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) ternodai, menurutnya hal itu tidak etis karena yang berhak memutuskan anak tersebut salah atau tidak adalah pradilan. Selain itu hal tersebut akan mengganggu psikologis anak.
“Terlalu dini yah terkait dengan ancaman SKCK ini kan pembuktiannya di ranah pradilan. Proses hukum jika memenuhi unsur masuk peradilan biar hakim memvonis anak ini bersalah tidak, itu ranah pradilan,” katanya.(War/Red)