KOTA SERANG, PILARBANTEN.COM – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten memperkirakan ada sekitar 4.000 hektar lahan rusak akibat bencana longsong dan banjir bandang awal tahun lalu yang terjadi di Kabupaten Lebak. Luas itu terlihat dari citra satelit yang diamani oleh tim DLHK.
Kepala Dinas DLHK Provinsi Banten Husni Hasan mengatakan, saat ini banyak timbul lahan-lahan kritis baru pasca bencana kemarin seperti kerusakan yang terjadi di sepanjang sisi aliran sungai yang tergerus dan mengalami kerusakan, tebing-tebing yang rawan terjadinya longsor susulan.
“Untuk saat ini saja sudah ada sekitar 114 titik rawan longsor, 54 diantaranya sudah terjadi longsor,” katanya, Jumat (7/2/2020).
Untuk itu, lanjut Husni, Pemprov akan melakukan penguatan di 114 titik rawan longsor tersebut dengan cara menanam tanaman jenis rotifer rumput akar wangi. Tanaman ini sangat cocok ditanam di lahan yang rawan longsor, mengingat akar-akar dari tamanaman ini mengikat bawah tanah, sehingga kestabilan lahan di lereng-lereng dapat tetap terjaga dengan baik.
“Karena Pemprov tidak punya tanaman jenis ini, makanya kami bersurat ke Kementrian LHK meminta bantuan tanaman akar wangi. Selain itu juga di sekitar lereng itu akan kami tanami jenis tanaman pohon keras seperti pohon mahoni, trambesi, vinus, dan jengkol, untuk menyerap air hujan,” ucapnya.
Sedangkan untuk di sekitar bantaran sungai yang rusak, berdasarkan rekomendasi dari Kementrian agar ditanami jenis pohon bambu. Pohon bambu dinilai sangat bagus dalam menjaga kestabilan tanah di sekitar sungai.
“Rekomendasi dari Ibu mentri begitu, agar ditanami pohon bambu,” katanya.
Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Banten, dari 200 ribuan hektare lebih luas lahan kritisi terbagi menjadi dua yaitu lahan kritis sebanyak 170.615,79 hektare dan lahan sangat kritis 59.224,94 hektare. Berikut rinciannya, lahan kritis di Kota Cilegon seluas 749,87 hektare, untuk lahan sangat kritis mencapai 1.835,52 hektare.
Kota Serang mempunyai lahan kritisi seluas 2.167,56 hektare. Luas lahan kritis di Kabupaten
Serang 16.985,15 hektare, sedangkan lahan sangat kritis 4.984,53 hektare. Kabupaten Pandegalang, lahan kritis mencapai 64.787,11 hektare dan lahan sangat kritis 4.900,99 hektare.
Untuk Kabupaten Lebak lahan kritis mencapai 85.896,59 hektare dan lahan sangat kritis 47.503,90 hektare. Untuk Kabupaten Tangerang hanyak terdapat 29,52 hektare lahan kritis.
Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan (PPH) pada DLHK Banten, Heri Rahmat Isnaini mengatakan, DLHK Banten hanya menangani kawasan hutan yang masuk dalam kategori Area Penggunaan Lain (APL). Sedangkan untuk hutan lindung dan hutan produksi merupakan kewenangan Perum Perhutani dan pengelola Taman Nasoinal Gunung Halimun Salam (TNGHS).
“Kalau merujuk data hasil identifikasi citra satelit oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) data lahan kritis itu mencapai 300 ribuan hektare lebih. Tapi yang menjadi kewenangan kami itu hanya APL, kayak kepemilikan kebun dan lain-lain. Dan itu juga kaya lahan sawah, lalu lapangan bola juga masuk dalam lahan kritisi,” kata Heri.
Lebih lanjut, Heri mengaku, Pemprov Banten terus melakukan pengendalian dan pengawasan hutan. Salah satunya melalui program rebosisasi hutan yang dilakukan rutin setiap tahun. “Tiap tahun kita melakukan rehabilitasi dengan melakukan kegiatan penanaman 5.000 pohon,” ujarnya.
Meski begitu, kata Heri, upaya reboisasi itu memerlukan waktu yang cukup lama, bahkan hingga mencapai 12 tahun untuk bisa menutupi seluruh lahan kritis di Banten. “Kalau hitung-hitungannya bisa sampai 12 tahun bahkan bisa lebih. Karena setiap tahun kita juga sering menemukan lahan kritis baru,” katanya. (Rey/Al)