Serang-Pinjaman Pemprov Banten tahap I yang akan direalisasi tahun 2020 ini, sebesar kurang lebih Rp.856 Milyar melalui MoU dengan PT. SMI untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan telah disetujui DPRD Banten dalam anggaran perubahan diduga berpotensi maladministrasi. Pasalnya, dana pinjaman tersebut dalam penjabaran rincian programnya “mengalihkan” peruntukkan program Pemulihan Ekonomi Nasional dari peruntukkannya untuk percepatan pemulihan ekonomi masyarakat akibat dampak pandemik covid 19 kepada kelanjutan projek-projek (pengusaha) yang telah di refocusing. Argumentasi melanjutkan proyek-proyek yang direfocusing demi tercapainya RPJMD Banten bisa dinilai kurang berpihak pada realitas kebutuhan masyarakat saat ini namun argumentasi tersebut lebih dekat pada dugaan adanya kepentingan agenda politik pencalonan Gubernur kedepan. Ditambah kondisi ini membuat masyarakat Banten harus menanggung bayar hutang dan bayar bunga pinjaman tersebut melalui pajak.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2020 pasal 1 ayat (1), mengatakan bahwa Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional. Artinya, pinjaman tersebut semestinya lebih fokus kepada program penanganan pemulihan perekonomian masyarakat dengan dampak signifikan karena anggaran yang sudah di refocusing dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
Pengalihan PEN oleh Pemprov Banten, diantaranya adalah membiayai kembali pekerjaan pelebaran jalan pakupatan – palima. Ada upaya paksa, pembiayaan proyek refocusing ini agar masuk dalam program PEN, dengan menambahkan kalimat output proyek pelabaran jalan untuk mendukung akses pemulihan ekonomi masyarakat. Padahal dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) lelang yang disahkan pada tanggal 21 Februari 2020 (sebelum covid-19) tidak ditemukan output yang menerangkan untuk pemulihan ekonomi masyarakat. Proyek refocusing ini telah mendapatkan penetapan lelang, sekitar tanggal 8 April 2020, nilai pembiayaan perencanaannya sekitar Rp.20 Milyar lebih namun akan dibiayai kembali lewat PEN sebesar sekitar Rp.12 Milyar lebih (bagaimana kualitas pekerjaannya nanti?). Dan dapat kita lihat bahwa jalan pakupatan-palima mobilisasi kendaraan masih tinggi dan tidak terganggu, apa dampak signifikan terhadap pemulihan ekonomi masyarakatnya?
Contoh lainnya, pembiayaan sport center sebesar Rp.430 Milyar, juga sudah ditetapkan pemenang lelangnya, dalam dokumen lelangnya, tanggal 6 Februari 2020 (sebelum covid 19), tertera jelas bukan merupakan bagian dari proyek untuk penanggulangan dampak covid-19. Namun Sekda Provinsi Banten mengatakan Sport Center akan melakukan pola padat karya, mungkinkah pekerjaan sport center akan menyerap tenaga kerja sebanyak 7.500 orang? Perusahaan mana yang siap melakukannya karena setiap perusahaan secara logika akan mencari untung dari pekerjaannya dengan melibatkan semaksimal mungkin teknologi dengan memimalisasi tenaga kerja.(Anwar/Rey)