Menyeimbangkan Hak dan Kewajiban Warga Negara Menuju Indonesia Emas 2045

oleh
oleh

SERANG, PILARBANTEN.COM – Dalam kehidupan bernegara, hak dan kewajiban warga negara merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Memasuki akhir tahun 2025, relasi antara negara dan warga negara Indonesia mengalami perubahan signifikan, dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan teknologi digital, dinamika politik pasca-Pemilu 2024, serta tantangan global yang kian kompleks. Dalam konteks ini, pemahaman terhadap keseimbangan hak dan kewajiban menjadi fondasi penting bagi terjaganya stabilitas dan keberlanjutan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.

Secara konstitusional, hak dan kewajiban warga negara telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 27 ayat (1) menegaskan prinsip kesetaraan seluruh warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan, sekaligus kewajiban untuk menjunjung hukum tanpa kecuali. Sementara itu, Pasal 28A hingga Pasal 28J mengatur jaminan Hak Asasi Manusia (HAM), dengan penekanan khusus pada Pasal 28G yang menjamin hak atas perlindungan diri dan rasa aman—isu yang semakin relevan di tengah meningkatnya ancaman kejahatan digital dan kebocoran data pribadi. Adapun Pasal 30 ayat (1) menegaskan kewajiban setiap warga negara untuk ikut serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara.

Di era digital tahun 2025, hak warga negara tidak lagi terbatas pada ruang fisik, melainkan meluas ke ranah digital. Pemberlakuan penuh Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) menegaskan bahwa data pribadi merupakan hak fundamental yang wajib dilindungi negara. Negara berkewajiban menjamin keamanan ruang siber dari berbagai ancaman, mulai dari peretasan hingga penyalahgunaan data. Namun, di sisi lain, warga negara juga memikul kewajiban moral dan hukum untuk menggunakan teknologi secara bertanggung jawab, tidak menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, maupun konten yang melanggar hak orang lain, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J UUD 1945.

Baca Juga:  Indonesia: Potret Nyata Bangsa yang Plural dan Multikultural

Konsep kewajiban bela negara pun mengalami transformasi. Pada masa kini, bela negara tidak semata dimaknai sebagai angkat senjata, melainkan diwujudkan melalui kontribusi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ketahanan ekonomi, misalnya, dapat diperkuat dengan mendukung produk dalam negeri di tengah ketidakpastian ekonomi global. Kepedulian terhadap lingkungan hidup menjadi bagian dari kewajiban warga negara dalam merespons krisis iklim yang dampaknya semakin terasa. Selain itu, peningkatan literasi informasi menjadi bentuk bela negara modern untuk melawan arus disinformasi yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa.

Persoalan yang kerap muncul dalam praktik kehidupan bernegara adalah ketimpangan antara tuntutan hak dan pelaksanaan kewajiban. Tidak jarang warga negara bersikap sangat vokal dalam menuntut hak—seperti kebebasan berpendapat atau bantuan sosial—namun abai terhadap kewajiban dasar, seperti membayar pajak, menaati hukum, dan menjaga ketertiban umum. Ketidakseimbangan ini berpotensi melahirkan egoisme sosial dan melemahkan keadilan kolektif. Hak tanpa kewajiban dapat memicu anarki, sementara kewajiban tanpa jaminan hak berisiko melahirkan otoritarianisme.

Baca Juga:  Pj Gubernur Banten A Damenta Terima Rombongan Unpam Kampus Serang

Oleh karena itu, keseimbangan antara hak dan kewajiban merupakan kunci utama dalam mewujudkan keadilan sosial. Menjadi warga negara Indonesia yang cerdas di tahun 2025 berarti menyadari bahwa setiap hak yang dinikmati selalu dibatasi oleh hak orang lain dan harus diiringi dengan kewajiban yang ditunaikan secara sadar. Dengan memperjuangkan hak secara konstitusional dan menjalankan kewajiban dengan penuh tanggung jawab, warga negara turut membangun fondasi yang kokoh bagi terwujudnya visi Indonesia Emas 2045: bangsa yang maju, adil, demokratis, dan bermartabat.

Nama : Sale Andika
Kelas : 01HKSE007
Nim : 251090200421
Fakultas Hukum Universitas Pamulang PDSKU Kota Seranga