SERANG, PILARBANTEN.COM – Dalam narasi kenegaraan, identitas nasional bukan sekadar bendera yang dikibarkan, lagu kebangsaan yang dinyanyikan, atau bahasa persatuan yang dipakai sehari-hari. Lebih dari itu, identitas nasional adalah jiwa kolektif yang menyatukan manusia Indonesia dalam satu kesadaran: bahwa kita adalah satu bangsa dalam keberagaman. Sebagai mahasiswa hukum semester awal, saya melihat identitas nasional bukan hanya konsep sosial, tetapi fondasi metafisik dari hukum itu sendiri—roh tak kasatmata yang memberi legitimasi pada setiap norma, aturan, dan perangkat kekuasaan negara.
Identitas nasional tidak hadir sebagai entitas yang statis. Ia lahir dari dialektika sejarah, dari luka kolonialisme, dari perjuangan panjang bangsa Indonesia untuk mengukuhkan eksistensinya: merdeka, berdiri, dan berdaulat. Identitas ini tidak berhenti pada apa yang kita warisi, tetapi terus dibentuk lewat tindakan, diskursus publik, budaya, serta praktik hukum yang berlangsung hari ini.
Dalam perspektif filsafat hukum, hukum tidak pernah benar-benar netral. Ia selalu berpijak pada nilai—baik nilai moral, sosial, maupun spiritual. Karena itu, tanpa identitas nasional, hukum akan kehilangan makna etiknya. Ia mungkin tetap ada sebagai teks, tetapi kehilangan jiwa sebagai pedoman keadilan.
Negara hukum bukan hanya negara yang memiliki kumpulan aturan. Negara hukum yang ideal adalah negara yang meletakkan identitas kolektif bangsanya sebagai landasan etis dalam menegakkan keadilan. Di situlah identitas nasional berperan: menjadi kompas moral yang mengarahkan praktik hukum agar tetap berpihak pada persatuan, martabat, dan kemaslahatan bersama.

Nama: Ahmad Tabrizi
Nik: 251090200667
Kelas:01HKSE009
Program Studi: ilmu Hukum
Universitas Pamulang PSDKU kota Serang








