SERANG, PILARBANTEN.COM – Generasi Z kelahiran 1997 hingga 2012—kini menjadi aktor utama dalam lanskap digital Indonesia. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) memproyeksikan jumlah pengguna internet Indonesia pada 2025 mencapai 229 juta jiwa dengan tingkat penetrasi lebih dari 80 persen. Di antara angka tersebut, Generasi Z tercatat sebagai kelompok paling dominan. Dominasi ini bukan sekadar statistik, melainkan penanda perubahan besar dalam cara berpikir, berinteraksi, dan memaknai kehidupan.
Sebagai generasi yang tumbuh bersama teknologi, Generasi Z sering disebut sebagai digital native. Internet, media sosial, dan gawai bukan lagi alat bantu, melainkan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Teknologi memberi ruang luas bagi kreativitas, inovasi, dan ekspresi diri. Namun, di balik segala kemudahan tersebut, terdapat konsekuensi psikologis yang tidak bisa diabaikan.
Pola konsumsi informasi Generasi Z tergolong intens. Rata-rata waktu yang dihabiskan di dunia maya mencapai 4 hingga 6 jam per hari. Platform seperti TikTok, Instagram, dan X tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga sumber utama informasi dan pembentukan opini. Kecepatan arus informasi ini menjadikan Generasi Z adaptif, kritis, dan multitasking. Namun, pada saat yang sama, paparan berlebihan terhadap media sosial menciptakan tekanan sosial yang besar.
Survei Indonesia–National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) mengungkap fakta yang mengkhawatirkan: satu dari tiga remaja di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, sementara satu dari dua puluh orang mengalami gangguan mental dalam satu tahun terakhir. Budaya komparasi di media sosial menjadi salah satu faktor dominan. Kehidupan yang ditampilkan secara kurasi—penuh pencapaian, kebahagiaan, dan kesempurnaan—sering kali membuat Generasi Z merasa tertinggal, tidak cukup berhasil, dan tidak cukup berharga.
Fenomena ini sejalan dengan istilah “Strawberry Generation” yang kerap disampaikan oleh Profesor Rhenald Kasali. Generasi Z digambarkan sebagai generasi yang kreatif, cerdas, dan penuh gagasan segar, namun cenderung rapuh ketika menghadapi tekanan sosial. Label ini kerap menuai kritik, tetapi tidak sepenuhnya keliru. Tantangan utama Generasi Z bukan pada kurangnya potensi, melainkan pada lemahnya ketangguhan mental di tengah arus ekspektasi digital yang begitu tinggi.
Menariknya, tekanan digital tidak membuat Generasi Z kehilangan arah hidup. Justru terjadi pergeseran nilai yang signifikan. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang mengejar stabilitas finansial sebagai tujuan utama, Generasi Z memprioritaskan makna, keseimbangan hidup, dan kesehatan mental. Survei global Deloitte (2024) menunjukkan bahwa work-life balance dan lingkungan kerja yang sehat sering kali lebih penting bagi Generasi Z dibandingkan gaji tinggi semata. Penolakan terhadap budaya hustle culture bukanlah tanda kemalasan, melainkan bentuk kesadaran akan pentingnya keberlanjutan hidup.
Di sisi lain, Generasi Z juga menunjukkan sisi terang melalui aktivisme digital. Akses informasi yang luas membuat generasi ini sangat peka terhadap isu sosial, mulai dari krisis iklim, kesetaraan gender, hingga ketidakadilan hukum. Media sosial dimanfaatkan sebagai ruang advokasi dan perlawanan simbolik melalui kampanye daring, petisi, dan gerakan tagar. Meski kerap dianggap pasif di ruang konvensional, Generasi Z justru bersuara lantang di ruang digital.
Perilaku Generasi Z di era digital pada akhirnya merupakan sebuah paradoks. Mereka kreatif sekaligus rapuh, kritis namun rentan, vokal tetapi sering kali tertekan. Tantangannya bukan pada teknologi itu sendiri, melainkan pada kemampuan mengelola teknologi secara sadar. Seperti yang pernah disampaikan Najelaa Shihab, pendidikan di era digital harus bersifat kontekstual. Generasi Z perlu menjadi pengendali teknologi, bukan dikendalikan oleh algoritma.
Jika mampu membangun ketangguhan mental, literasi digital, dan kesadaran diri, Generasi Z tidak akan berhenti sebagai generasi yang sekadar “viral”. Mereka berpotensi menjadi generasi yang “vital”—penentu arah perubahan sosial, ekonomi, dan demokrasi di masa depan.

Nama : MOHAMMAD FARENO REZA
Nik : 251090200665
Kelas : 01HKSM003
Fakultas Hukum Univeritas Pamulang PDSKU Kota Serang








