SERANG, PILARBANTEN.COM – Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Provinsi Banten Nana Suryana menegaskan tindakan penipuan proyek leptop yang dilakukan oleh salah satu bawahannya itu tidak ada kaitannya dengan lembaga dan merupakan tindakan inisiatif pribadi AAS yang diduga kuat sebagai pelaku penipuan.
Nana mengungkapkan, penipuan proyek laptop ini terjadi karena pelaku memanfaatkan legalitas lembaga secara ilegal dan ketidakhati-hatian korban dalam menelaah legalitas tersebut dengan dokumen penting lainnya.
“Perbuatan penipuan bisa dilakukan oleh siapapun dan dapat terjadi dimanapun. Tak ada yang menyangka hal ini bakal terjadi di BPBD Banten, sehingga ini menjadi pelajaran mahal bagi semua pihak,” kata Nana, Sabtu (4/11/2023).
Menurut Nana, BPBD Banten dalam Daftar Pengalokasian Anggaran (DPA) murni Tahun Anggaran 2023 tidak mengalokasikan anggaran pengadaan laptop. Begitu pula dalam dokumen RKBMD tahun anggaran 2023 juga tidak terdapat kebutuhan laptop.
“Pada Rencana Umum Pengadaan (RUP) Tahun Anggaran 2023 juga tidak terdapat rencana pengadaan laptop,” tambahnya.
Dikatakan Nana, melihat hal di atas seharusnya penandatangan kontrak kerja juga dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yakni dirinya, bukan oleh AAS sebagai Kepala Bidang. Untuk itu Nana menduga ada kerjasama terorganisir antara inisial R, W, EP dan D dengan AAS.
Tindakan AAS selaku Pejabat Eselon III di BPBD Provinsi Banten yang telah menerbitkan SPK palsu pengadaan laptop senilai miliaran rupiah merupakan tindakan melawan hukum yang berpotensi sebagai tindak pidana korupsi dan tindak pidana penipuan – di luar tanggungjawab Pemerintah Provinsi Banten.
“Penipuan proyek laptop oleh AAS adalah musibah yang bukan saja merugikan pengusaha tetapi juga mencoreng integritas Pemprov Banten. Penipuan adalah tindak kejahatan yang tidak boleh dilindungi. Tidak boleh pula dibiaskan menjadi seolah-olah ada “keterlibatan” Lembaga di dalamnya,” pungkasnya.
Nana juga menyoroti kaitannya dengan judul pemberitaan di salah satu media dengan diksi “proyek laptop fiktif” adalah tidak tepat dan merugikan secara kelembagaan. Kata fiktif pada pengadaan proyek laptop di BPBD mengesankan keterlibatan AAS sebagai representasi Lembaga BPBD. “Padahal nyatanya tidak demikian, itu kurang tepat,” imbuhnya.
Menindaklanjuti kasus penipuan yang dilakukan oleh AAS, pihak Inspektorat mengeluarkan rekomendasi kepada Pj. Gubernur Banten agar memberikan hukuman disiplin kepada AAS sesuai ketentuan yang berlaku. Kepada pihak yang dirugikan agar melaporkan dan menyerahkan kasus ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera ditindaklanjuti.
Atas dasar rekomendasi tersebut Pj. Gubernur Banten mengajukan usulan pemberhentian AAS sebagai ASN ke BKN, dan saat ini AAS sendiri sudah di nonjobkan tidak lagi menjabat sebagai Pejabat Eselon III, hanya staf biasa.
“Ini perlu diapresiasi dalam kerangka menindaklanjuti persoalan ini, Pemprov Banten telah bergerak cepat menindaklanjuti adanya laporan surat perintah kerja yang diduga asli (berkop surat BPBD) tapi palsu (karena tidak ada dasar dokumen pembiayaannya). Demikian pula perlu diapresiasi kepada inspektorat dan BKD yang telah melakukan pemeriksaan kedisiplinan terhadap AAS,” jelasnya.
Diakui Nana, ketegasan PJ Gubernur dalam kasus ini telah pula mendukung penyelesaian kasus penipuan oleh AAS berjalan cepat dan optimal. Tanggungjawab BPBD secara kelembagaan adalah melakukan proses evaluasi secara internal atas tindak penipuan yang dilakukan oleh AAS.
“Semoga hal seperti ini tidak terulang lagi,” tutupnya. (Luthfi)